Triknews.co–
Dua tahun lagi perhelatan pesta demokrasi di Indonesia baru akan digelar, masih lama. Tapi Partai Nasdem telah mengumumkan Anies Baswedan sebagai calon presiden yang bakal diusung pada Pemilu 2024 pada Senin, 3 Oktober 2022. Meski secara spesifik hukum dan Undang-undang tak ada yang mengatur soal itu.
Hingar bingar, gaduh dan saling serang kedua kubu mewarnai hari-hari diberbagai medsos. Kolom komentar media online penuh intrik membeberkan bobrok dan amburadulnya Anies Baswedan saat jadi Gubernur Jakarta disatu pihak sementara klaim capaian sukses dan jasa Anies Baswedan membangun Jakarta dibeberkan pula oleh pendukungnya.
Politik tetaplah politik, harta, tahta dan kuasa adalah tujuan utama. Ada yang dilupakan oleh Partai Nasdem soal bakal Capres Anies Baswedan, nilai-nilai kebangsaan anak bangsa akan terpolarisasi secara dini. Debat adu argumen, perpecahan persahabatan dan analisa kerap jadi obrolan dan topik yang hangat untuk dibahas.
Jangka waktu yang tak patut dan tak wajar yang seharusnya dipergunakan warga masyarakat untuk membangun diri, rumah tangga, juga masyarakat berbangsa dan bernegara kini hari-hari dipenuhi intrik dan debat.
Mengapa Surya Paloh memungut Anies Baswedan menjadi bakal Capres partainya? Apakah kader Partai Nasdem tidak ada yang bermutu dan berkualitas? Semua itu bermuara pada rasa sakit hati akibat tak diakomodir dalam koalisi pemerintahan. Dalam KIB jilid kedua, beredar rumor SP meminta posisi Jaksa Agung diisi oleh kader Nasdem tapi Presiden Jokowi yang punya hak mutlak prerogatif punya pertimbangan lain. Sementara itu Anies Baswedan adalah eks Mendiknas yang dicopot karena ketidakmampuannya dalam tata kelola dunia pendidikan, kecuali handal dalam tata kata. Anies adalah mimpi buruk bagi warga Jakarta dengan “Kelebihan bayarnya”.
Klop sudah ambisi itu untuk meraup kekuasaan sama halnya ikut sertanya Surya Paloh dalam konvensi Partai Golkar sebagai calon presiden, namun gagal yang pada akhirnya mendirikan ormas Nasdem dengan jargon Gerakan Restorasi. dengan kamuflase bakti sosial dan kemanusian yang pada akhirnya menjadi partai.
Partai Nasdem sadar untuk mengusung Capres tersebut Nasdem tak memenuhi ambang batas 20 % jumlah kursi di parlemen dengan perolehan 9,05 % pada Pemilu 2019 suara sah nasional yang mengharuskan untuk berkoalisi dengan partai lain. Disini Partai Nasdem berusaha seolah menjadi Play Maker, posisi tawar tinggi dengan koalisinya kelak. Padahal kita ketahui PKS pada saat ini para pengurusnya banyak yang mundur dan menjadi pengurus partai baru dibawah kendali Anis Matta dengan Partai Geloranya.
Anies Baswedan dijadikan Capres untuk merangkul golongan “terabaikan” yang tak respek lagi terhadap Partai Gerindra akibat Prabowo Subianto yang masuk ke Kabinet Indonesia Bersatu. Lewat suara mereka diharapkan kekuatan kursi Partai Nasdem di Senayan akan bertambah.
Tapi ada hal yang diabaikan oleh Partai Nasdem, kadernya banyak yang berjiwa Pancasila dari berbagai suku bangsa dan agama yang tak ingin gerakan radikal dan intoleransi semakin berkembang dengan rekam jejak pendukung Anies Baswedan selama ini yang pada akhirnya pasca diumumkan ramai-ramai mengundurkan diri jadi kader dan pengurus partai. Ini baru diawal. Belum sampai tingkat menjelang Pemilu.
Berbagai lembaga survei telah mengeluarkan hasil polling pasca Partai Nasdem deklarasi Capres, tingkat kepercayaan publik merosot jauh sekali.
“Biasalah….lembaga survei itu kan hasilnya bisa dipesan” “politik itu dimanis dan cair, tak perlu baper”
Kerugian sangat besar bagi Partai Nasdem demi membalas rasa “sakit hati” yang akan berujung pada merosotnya elektabilitas partai.
Apakah merosotnya elektabilitas partai menandai meredupnya Sang Surya? hanya waktu yang akan menentukan.
Penulis : Budi Sudarman Â
         Pemerhati Sosial Politik