BerandaUncategorizedBudaya Perburuhan yang Belum Selaras Bagi Warga Bangsa Indonesia

Budaya Perburuhan yang Belum Selaras Bagi Warga Bangsa Indonesia

Author

Date

Category

Oleh: Jacob Ereste :

“Buruh bersatu tak bisa dikalahkan” itu sungguh benar. Masalahnya, jargon heroik itu baru bisa diterapkan, belum bisa direalisasikan dalam sikap yang nyata dalam mengorganisir diri, dalam upaya membangun organisasi dan mengkerucutkan pada satu tujuan pokok yang harus diperjuangkan.

ForJis ( Forum Islam Sosialis) menyadarkan topik bahasan mulai dari upah buruh murah, regulasi yang dilakukan pemerintah condong berpihak pada pengusaha, organisasi buruh sendiri tidak kompak, skill buruh belum memadai hingga rentan dijadikan alat kepentingan politik organisasi, pemerintah serta pengusaha. Belum lagi UU Cipta Kerja No. 20 Tahun 2020 sebagai anak turunan dari Omnibus Law ikut mencekik kaum buruh dan organisasi buruh.

Begitulah kusutnya masalah perburuhan di Indonesia yang memang tidak lahir dari budaya maupun tradisi suku bangsa Nusantara yang kemudian dimerdelakan dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka itu jelas, budaya perburuhan baru muncul sejak kolonialisme melakukan  penjajahan di negeri ini.

Akar budaya warga bangsa nusantara sesungguhnya agraris dan maritiem yang menyebabkan bangsa asing banyak berdatangan ke Nusantara untuk membeli hasil bumi dari negeri kita yang melimpah ruah.

Tapi kemudian, ketamakan mereka ingin menguasai dan memonooli arus perdagangan yang    menggairahkan itu  dengan berbagai cara dan tipu daya politik ekonomi kapitalisme yang sudah merasuki jiwa san raga mereka.

Kapitalisme itu sendiri barang impor yang tidak ada dalam produk budaya kita, kecuali gotong royong dan  kebersamaan yang dikenal Bung Hatta dalam bentuk koperasi.

Sekarang budaya agraris dan maritim suku bangsa nusantara telah punah, lalu  diganti dengan budaya industri yang masih gagap diterima — apalagi hendak dipahami– bagaimana seharusnya cara menerima dan memahami budaya industri itu untuk disikapi dan dilakoni sebagai pilihan cara untuk bertahan hidup.

Maka itu, sikap latah untuk menyandingkan budaya kaum buruh di negara maju yang bisa solid dan gagah memiliki posisi bergaining dengan pihak pengusaha bahkan juga dengan penguasa, jadi terkesan sangat pongah. Sebab tradisi dan budaya perburuhan di negara maju itu, sudah dimulai setidaknya sejak sebab silam.

Pendek kata, untuk menjawab masalah kusut dan rumitnya masalah perburuhan di republik ini, sungguh sangat membesarkan kepala bagi seorang aktivis yang sudah dipensiunkan tanpa tunjangan maupun pasangan untuk menikmati hari tua yang tidak lagi seberapa sisanya sekarang.

Apalagi kemudian, dalam kondisi yang rumit dan kusut ini, kaum buruh dan organisasi buruh masih bernafsu untuk ikut bermain lewat partai politik. Soalnya utamanya adalah, slogan heroik bila buruh bersatu tidak bisa dikalahkan itu belum bisa diwujudkan, maka untuk bertanding di kelas kampung pun, janganlah pernah berharap bisa menang. Sebab slogan bersatu bagi kaum buruh itu pun diteriakkan, agar kekalahan tidak terlalu telak saja.

Ibarat gending Jawa yang belum salaras dimainkan,  begitulah budaya perburuhan di negeri ini yang dipaksa bermain di atas pentas, tak hanya pada habitat ekonomi dengan pihak perusahaan, tapi juga dengan pihak penguasa yang lebih gagap meningkahi lakon yang seharusnya ikut diselaraskan cara mainkannya. Maka itu, langgam  yang dinyanyikan buruh dan organisasi buruh, selalu terkesan sumbang bahkan norak, nyaris tidak pernah seirama dengan pihak pengusaha dan penguasa.

Banten, 18 Agustus 2022

*Paparan ini untuk melengkapi tugas yang diminta oleh ForJis untuk ikut membahas materi  diskusi di Rumah Kedaukatan Rakyat “Guntur 49”, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Hari Jum’at, 19 Agustus 2022.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Linda Barbara

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vestibulum imperdiet massa at dignissim gravida. Vivamus vestibulum odio eget eros accumsan, ut dignissim sapien gravida. Vivamus eu sem vitae dui.

Recent comments

- Advertisement -spot_img