Kuala, (TrikNews.co) – Menyikapi isu ‘kerangkeng’ manusia di kediaman Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana PA (TRP), juru bicara (jubir) dari keluarga mantan orang nomor satu di Negeri Bertuah itu angkat bicara. Mereka menggelar konferensi pers, Senin (31/1/22) pagi, untuk memberikan klarifikasi.
Kegiatan yang digelar di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat itu, bertujuan untuk meluruskan persepsi publik atas fitnah yang sedang berkembang. Ditegaskan Mangapul Silalahi, keluarga TRP sangat menghormati dan menghargai proses hukum yang berjalan.
“Kami sangat berkeyakinan, proses hukum yang berjalan akan dilakukan secara profesional, proporsional dengan tetap berpedoman pada aturan hukum yang berlaku”, ujar jubir TRP, yang juga merupakan aktivis HAM itu.
# Harus seimbang
Pria berkulit putih itu menambahkan, pihaknya juga memiliki hak untuk menyampaikan informasi kepada publik. Keterangan dan fakta yang ada, juga harus mendapatkan porsi yang seimbang dalam pemberitaan. Sehingga, opini publik tidak disuguhi dengan informasi atau keterangan yang belum pasti kebenarannya.
Soal tindak pidana yang disangkakan, pihak TRP tidak dalam posisi untuk membenarkan atau membantahnya. Karena, itu akan berkaitan dengan proses peradilan nantinya. Proses penegakan hukum haruslah menaati pada aturan hukum.
“Sehingga, kewibawaan hukum dan aparat pelaksananya tetap terjaga dan berintegritas. Sehingga, cerminan bahwa negara kita adalah negara hukum, dapat terus terjaga”, lanjut Mangapul.
# Minta agar anaknya dibina
Mengenai pemberitaan terkait ‘kerangkeng’ yang beredar luas, bagi keluarga TRP, hal itu berkonotasi negatif yang bisa dipersepsikan sebagai sesuatu yang buruk. Terkait hal itu, melalui jubirnya, keluarga TRP membenarkan hal tersebut. Namun, bukan seperti yang diberitakan akhir-akhir ini.
Banyak orang tua dari berbagai daerah yang meminta agar anaknya (pengguna narkoba) dibina dalam tempat itu. Bahkan, banyak hal positif yang bermanfaat bagi warga binaan di sana dan keluarga mereka. Hal itu sejalan dengan komitmen TRP untuk membebaskan generasi muda dari ketergantungan narkoba.
“Keberadaan tempat pembinaan ini bukan suatu hal yang baru. Artinya, sudah diketahui instansi yang berwenang. Ada niat dari keluarga ini untuk melegalkan tempat pembinaan itu, meski prosesnya masih belum terlaksana hingga saat ini”, terang pria berdarah Batak itu.
Pada kesempatan yang sama, Sangap Surbakti yang juga merupakan jubir keluarga TRP menegaskan, jika ada indikasi yang mengarah kepada hal yang tidak baik, agar ada proses klarifikasi dari pihak terkait. Sebaiknya, ada upaya untuk meminta keterangan atau investigasi yang terbuka dan proporsional, sebelum menentukan kesimpulan.
“Sangat berbahaya, jika proses pengumpulan data, informasi, investigasi dan klarifikasi belum berjalan, namun sudah menentukan kesimpulan. Meskipun itu merupakan kesimpulan awal. Ini sangat merugikan dan tak patut dilakukan oleh Lembaga-lembaga yang diberikan kewenangan untuk hal itu”, tegas pria mantan tim investigasi tragedi Tri Sakti dan Semanggi itu.
# Legal dan bersertifikat
Menyinggung persoalan satwa yang dibawa oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumut, Sangap menjelaskan, hewan tersebut memilik legalitas/sertifikat. Sebagian satwa tersebut juga merupakan titipan orang berinisial N dan diperlakukan secara baik.
“Tak pernah ada eksploitasi atau memperlakukan satwa itu untuk kepentingan pribadi, untuk tujuan-tujuan tertentu. Keluarga tidak mengetahui ada aturan soal itu. Jika instansi yang berwenang ingin meminta informasi terkait asal usul dan perlakuan satwa itu, tentu keluarga sangat terbuka”, terang pria berkepala plontos itu.
Dalam proses penegakan hukum, harus dilakukan dengan benar dan terbuka. Sehingga, apa yang terjadi dapat terungkap dan prosesnya berjalan sebagai mana mestinya. Jubir TRP menilai, ada upaya penggiringan opini yang mendahului proses hukum. Hal itu justru berpotensi mengaburkan substansi pokoknya.
“Kami akan mengikuti, menghargai dan menghormati seluruh proses hukum yang akan berjalan. Selian itu, kami juga akan melakukan upaya-upaya hukum untuk mempertahankan, menjaga dan melindungi hak hukum keluarga kami ini”, tandas Sangap.
# Tempat pembinaan bagi pengguna narkoba
Kerabat TRP, Suparman Perangin-angin menerangkan, ‘kerangkeng’ milik TRP bukanlah tempat rehabilitasi, melainkan tempat pembinaan bagi pengguna narkoba dan kejahatan sosial. Terkait persoalan hukum, pihaknya menyerahkan kepada yang berwajib.
“Keluarga kami tidak pernah memaksa siapapun untuk dibina di sini. Kami tidak pernah memenjarakan siapapun. Kami menerima penyerahan orang tua dari pengguna narkoba, agar dibina di sini”, tegas Suparman.
# Makanan yang layak dan segar
Sumingin dan N br Tarigan sangat berterima kasih kepada TRP, yang sudah menyediakan tempat pembinaan korban penyalahgunaan narkoba bagi anaknya. Mereka mengaku, tidak ada dipungut biaya apapun selama menitipkan anaknya di sana.
“Sekarang anak saya sudah sembuh dan terbebas dari narkoba. Dia sekarang sudah bekerja dan tidak pernah ngambil (mencuri) pinang dan sawit lagi. Kata orang, dulu anak saya pemakai sabu, keretanya pun digadaikan. Aku sendiri yang ngantar anakku ke sini”, ketus Wanita paruh baya itu.
Hal senada juga disampaikan warga yang hadir di sana. Mereka adalah para orang tua yang pernah menitipkan anaknya di tempat pembinaan milik TRP. Setelah menjalani pembinaan di sana, keluarga mereka bisa kembali ke tengah masyarakat untuk menjalani hidup normal.
Keterangan dari juru masak di kediaman TRP, makanan yang disajikan untuk waga binaan juga merupakan menu yang layak untuk dikonsumsi. Bahkan, istri TRP selalu mengawasi menu yang akan dimakan untuk warga binaan. Korban penyalahgunaan narkoba di sana, selalu diberikan masakan dari sayuran dan ikan segar untuk dikonsumsi. (DM)