Jakarta, Triknews.co- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah secara mengirimkan surat presiden (Surpres) kepada DPR untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Surpres revisi UU ITE itu sudah disampaikan ke DPR pada Kamis (16/12/2021) lalu.
Pemerintah mengusulkan revisi UU ITE secara terbatas yang menyangkut substansi. Ada empat pasal yang akan direvisi yaitu Pasal 27, 28, 29, dan 36. Selain revisi terhadap empat pasal itu, akan ada penambahan pasal baru di revisi UU ITE, yakni Pasal 45C.
Revisi terbatas ini dilakukan untuk menghilangkan multitafsir dan pasal karet yang belakangan kerap disuarakan masyarakat terkait implementasi UU ITE.
“Menghilangkan multitafsir, menghilangkan pasal karet, dan menghilangkan kriminalisasi yang kata masyarakat itu banyak terjadi kata masyarakat sipil diskriminasi kriminalisasi, makanya kita perbaiki. Tanpa mencabut UU itu karena UU itu masih sangat diperlukan untuk mengatur lalu lintas komunikasi kita lewat dunia digital ya,” kata Mahfud dalam keterangannya, Selasa (8/6/2021) lalu.
Terdapat enam persoalan yang diatur dalam pasal-pasal itu, yakni ujaran kebencian, menyebarkan berita bohong, perjudian, kesusilaan, fitnah, pencemaran dan penghinaan. Dalam revisi itu, kata Mahfud, pemerintah menambah kalimat dan memperjelas maksud dari istilah-istilah yang ada di dalam undang-undang itu.
Keempat pasal UU ITE yang diusulkan pemerintah direvisi secara terbatas itu berada pada Bab VII mengenai perbuatan yang dilarang. Isi keempat pasal itu, yakni:
Pasal 27 ayat (1), “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
Pasal 27 ayat (2), “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikandan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian.”
Pasal 27 ayat (3), “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.”
Pasal 27 ayat (4), “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan atau pengancaman.”
Pasal 28 ayat (1), “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.”
Pasal 28 ayat (2), “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertent berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
Pasal 29, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.”
Sementara, Pasal 36 menyebutkan, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.”
Belum diketahui draf revisi terhadap keempat pasal itu yang diajukan pemerintah. Namun, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) Pedoman Kriteria Implementasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), di Kantor Kemko Polhukam, Jakarta, Rabu (23/6/2021).
Berikut lampiran SKB Pedoman Implementasi UU ITE:
a. Pasal 27 ayat (1), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya, bukan pada perbuatan kesusilaan itu. Pelaku sengaja membuat publik bisa melihat atau mengirimkan kembali konten tersebut.
b. Pasal 27 ayat (2), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya konten perjudian yang dilarang atau tidak memiliki izin berdasarkan peraturan perundang-undangan.
c. Pasal 27 ayat (3), fokus pada pasal ini adalah:
1) Pada perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan maksud mendistribusikan/ mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum.
2) Bukan sebuah delik pidana jika konten berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, juga jika kontennya berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.
3) Merupakan delik aduan sehingga harus korban sendiri yang melaporkan, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan.
4) Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik jika konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas.
5) Jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di media sosial atau internet, maka tetap berlaku UU ITE, kecuali dilakukan oleh institusi Pers maka diberlakukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
d. Pasal 27 ayat (4), fokus pada pasal ini adalah perbuatan dilakukan oleh seseorang ataupun organisasi atau badan hukum dan disampaikan secara terbuka maupun tertutup, baik berupa pemaksaan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum maupun mengancam akan membuka rahasia, mengancam menyebarkan data pribadi, foto pribadi, dan/atau video pribadi.
Sementara untuk pasal baru, yakni Pasal 45C dalam draf revisi UU ITE yang disusun Tim Kajian Revisi UU ITE terdiri dari dua ayat, yakni mengatur mengenai pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja menyebarluaskan informasi atau pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat dan kedua, pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja menyebarluaskan informasi elektronik yang berisi pemberitahuan yang tidak pasti atau yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia patut menyangka bahwa hal itu dapat menimbulkan keonaran di masyarakat.
Saat menjadi pembicara dalam diskusi daring bertajuk “Revisi UU ITE” yang digelar DPN Peradi, Rabu (10/3/2021) lalu, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengakui UU ITE yang saat ini berlaku multitafsir. Secara spesifik, Eddy Hiariej, sapaan Edward Omar Sharif Hiariej menyebut pasal-pasal dalam UU ITE yang multitafsir, yakni Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29. Norma-norma dalam ketiga pasal itu sangat generalis, namun tidak ada penjelasan lebih rinci mengenai norma yang tercantum dalam pasal-pasal tersebut.
Dicontohkan, Pasal 27 ayat (3) menyebutkan, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Dalam bagian penjelasan Pasal 27 UU ITE hanya menyebutkan pencemaran nama baik yang dimaksud sebagaimana Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Padahal, terdapat enam jenis penghinaan atau penistaan yang diatur dalam KUHP yang diatur dalam Pasal 310 hingga Pasal 321.
Demikian pula mengenai Pasal penyebaran kebencian yang diatur dalam Pasal 28 UU ITE. Eddy mengatakan, pasal itu merujuk pada Pasal 154 hingga Pasal 157 KUHP yang mengatur mengenai kejahatan terhadap ketertiban umum. Padahal, kata Eddy sebagian dari pasal-pasal itu telah dicabut atau diubah melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Sumber: beritasatu.com