Samosir | TrikNews.Co
Setelah 2 bulan lebih menyandang status tersangka atas kasus dugaan korupsi bantuan sosial (Bansos) Covid 19. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Samosir Jabiat Sagala alias JS masih melenggang bebas dan tampaknya belum ada tanda tanda tersangka untuk ditahan oleh Kejaksaan, hal tersebut dkatakan oleh Nelson M Marpaung selaku Ketua DPD Sumatera Utara LSM PERKARA didampingi oleh Sekretarisnya Meison Sitompul,Rabu (5/5/2021).
Seperti diketahui, penetapan JS sebagai tersangka berdasarkan surat Kajari Samosir Nomor Print-09/L.2.33.4/Fd.1/02/2021 tertanggal 16 Februari 2021.
JS hingga kini masih menjabat sebagai Sekda Samosir dan aktif bekerja, padahal ia telah menyandang status tersangka atas kasus dugaan korupsi bantuan sosial (Bansos) covid 19 tahun 2020.
JS disangkakan melakukan perbuatan yang diatur dalam Pasal 2 subsider pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana jo pasal 18 UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.
Beredar desas desus dikalangan pemerhati dan masyarakat Samosir, bahwa kasus tersebut akan di SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara) oleh Kejaksaan, sebab disebut sebut uang kerugian negara itu telah dikembalikan ke kas negara.
Menyikapi lambannya penanganan kasus tersebut yang terkesan jalan ditempat Kami dari LSM-PERKARA (Pemerhati Kinerja Aparatur Negara) Sumatera Utara mengamati proses penegakan hukum yang ditangani Kejaksaan Samosir sangat lamban.
Melalui Ketuanya Nelson R Marpaung, kepada Awak Media pada Rabu (5/5/2021) mengatakan, dari tanggal 11 Maret 2021 hingga saat ini pihak kejaksaan sudah melakukan penyelidikan dan penyidikan sehingga dapat dilakukan P21.
“Ini kejahatan yang luar biasa, apalagi Indonesia sedang mengalami krisis covid 19. Dan ekonomi rakyat keadaan susah, namun tersangka JS diduga tega mengkorupsi dana non teknis covid 19 dari anggaran Negara,” tuturnya.
Ditambahkan, pihaknya yakin bahwa kejari telah menemukan 2 alat bukti atas kesaksian dari saksi – saksi yang telah dipanggil saat proses penyelidikan dan penyidikan.
Sebagai penegak hukum, tegas Nelson, Kejari Samosir harus memberikan sanksi yang keras khususnya kepada pejabat negara yang telah digaji oleh pemerintah untuk mengabdi serta melakukan pekerjaan sesuai tupoksi selaku abdi negara.
Ia memandang, JS sebagai pejabat yang sudah merugikan negara, ini merupakan tindak pidana korupsi yang luar biasa (extra ordinary crimes), karena cenderung sistemik dan endemik tentu dampaknya sangat luas, bukan hanya merugikan negara tapi juga melanggar hak sosial maupun ekonomi masyarakat.
“Untuk itu diminta ke aparat penegak hukum perlu upaya comprehensive extraordinary measures, segera mengambil tindakan sesuai dengan hukum dan tidak menunda nunda pelaksanaannya guna menimbulkan efek jera bagi pelaku dan pejabat yang korupsi,” pungkasnya
Pihaknya juga mensinyalir, jika tak segera ditahan atau ditindak, maka JS bisa saja mengamankan dirinya dengan cara membuat kebijakan di internal pemkab Samosir, dengan modus menghilangkan barang bukti sehingga nantinya pihak kejaksaan menjadi sulit untuk bertindak.
Diketahui, dari berbagai sumber JS diduga korupsi dana pengadaan makanan tambah gizi pandemik Covid 19, saat itu JS bertindak selaku pengguna anggaran dan pengadaan bahan makanan tambah gizi.
Selain itu, jaksa juga menetapkan seorang tersangka lain yakni Plt Kadishub Kabupaten Samosir inisial SR selaku PPK.
Selanjutnya, saat itu penyidik fokus memeriksa saksi saksi dan ada 10 orang yang diperiksa, diantaranya VS, TS (Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi pada BPBD Samosir), dan SS (Asisten II Pemkab Samosir).
Tak hanya itu, juga LS (auditor muda inspektorat Kabupaten Samosir), PS (Direktur RSUD Dr Hadrius), PM (Kadis Sosial Samosir), MT (Kepala Pelaksana BPBD), SPN (Bendahara Pengeluaran BPBD), Toko MJ (Distributor gula) dan R (Sinar Paten, Distributor Telur).
Sebelumnya, pada April 2020 Pemkab Samosir melaksanakan pengadaan 6 ribu bantuan makanan tambahan untuk masyarakat terdampak Covid-19 yang dilaksanakan PT Tarida Bintang Nusantara dari Medan dengan anggaran sebesar Rp 410.291.700.
Wartawan media ini beberapa kali konfirmasi ke Kejari Samosir untuk menanyakan hal kenapa Sekda Pemkab Samosir setelah ditetapkan sebagai TSK namun tidak ditahan, Rabu (5/5) tidak ada yang bersedia memberikan komentar.
Bismar Ginting,SH.,MH Praktisi Hukum yang tinggal di Jakarta saat dimintai komentarnya mengapa setelah Penyidik menetapkan seseorang sebagai TSK tetapi tidak ditahan, Pertama perlu diketahui tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa setiap tersangka pasti ditahan.
Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) perintah penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dilakukan dalam hal :1. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, 2. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan merusak atau menghilangkan barang bukti 3. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan mengulangi tindak pidana.
Dalam ilmu hukum pidana ketiga hal di atas lazim disebut sebagai alasan subyektif. Sedangkan alasan obyektif diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang menyatakan bahwa penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan/atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal : a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;, berangkat dari hal tersebut diatas maka saran Saya sebaiknya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) melakukan fungsi dan tugasnya sebagaimana yang diatur oleh konstitusi adapun Tugas KPK sebagai supervisi, Pasal 10 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK berbunyi “Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan Pemberantasan korupsi, tegas BISMAR GINTING, S.H.,M.H. sebagai salah satu narasumber ahli praktisi hukum untuk informasi terkait hal itu.(Red/Joe)