Bener Meriah Trik News.co – Perambahan Ribuan Hutan Lindung Simpur Diduga Menjadi Penyebab Konflik Baru Gajah dan Manusia dan Ancam Keselamatan Warga Aceh Utara,Lhok Seumawe.
Perambah ribuan hutan lindung simpur yang merupakan kawasan rumah gajah liar terus meluas diman di duga hutan tersebut di perjual belikan dengan harga 3 juta – 5 juta / Ha,ini terjadi sistematis,masif dan terstruktur akibatnya gajah turun merusak kebun kopi warga dan bisa mengakibatkan Banjir besar Ancam keselamatan warga di Aceh utara dan lhok seumawe.
“Untuk menghindari terjadinya korban jiwa konflik dengan gajah liar ,kami menghimbau para perambah untuk meninggalkan kawasan hutan lindung. Karena kawasan itu adalah rumahnya gajah liar,” kata mantan aktifis Gerakan Aceh Merdeka yang hari ini menjabat sebagai Sekretaris Komisi B DPRK BM, Yuzmuha menyikapi serangan gajah liar di Hakim Peteri Pintu kecamatan mesidah Membuat rakyatnya menangis akibat tidak bisa memetik biji kopi yang tengah panen besar saat ini. Rabu (02/11/2020).
Menurut yuzmuha yang akrab disapa (R,regent) gangguan gajah liar pada perkebunan warga tersebut terjadi akibat orang yang masuk Merusak Hutan kawasan Rumah gajah di hutan lindung,membuat mahluk kesayangan nya itu marah dan turun kekebun kopi warga sehingga wargapun tidak bisa panen kopi sebagai tulang punggung perekonomian nya.
“Jadi wajar kalau gajah masuk perkebunan warga karena jalur lalulintas gajah telah rusak untuk di jadikan perkebunan dan biadapnya lagi itu di perjual belikan hanya untuk memperkaya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sementara petaninya harus menanggung derita dan kerugian” kata dia.
Yuzmuha menilai penanganan yang paling tepat adalah bukan mengusir gajah, tetapi mengusir manusia yang merusak hutan itu agar tak lagi masuk ke hutan wilayah rumah gajah Sehingga terciptanya suasana gajah dan manusia bisa hidup berdampingan damai Rukun.
“Kami tidak akan melakukan pengusiran gajah liar itu, kalau itu kami lakukan (mengusir gajah), artinya kami melindungi perambah, itu salah.Dan persoalan penangananan gajah di Hakim peteri pintu mesidah ini harus beda dengan yang di pintu rime Gayo, kalau yang di pintu rime gayo gajahnya di usir rumahnya juga di rusak itu hutan lindung, kalau di Hakim Peteri Pintu itu manusia yang merusak hutan lindung harus di usir dan rumah gajah harus kita lindungi,” katanya.
Untuk diketahui, kawasan hutan lindung simpur kecamatan mesidah Kabupaten Bener Meriah,telah berubah menjadi Gundul dan diduga dikuasai orang-orang berduit yang berdampak buruk juga terhadap warga aceh utara dan lhok seumawe yang nantinya akan menyebabkan kan banjir besar yang dapat mengancam keselamatan warga disana.
Selama ini kawasan hutan lindung simpur ini telah beralih fungsi menjadi lahan yang gundul yang sangat luas dan itu sangat mengerikan untuk masa yang akan datang khususnya warga aceh utara dan lebih khusus lagi bagi petani kopi di sana yang ada di simpur dan Hakim Puteri Pintu.
“Saya berharap pemerintah Aceh harus punya nyali untuk menegakkan hukum terhadap para pelaku sehingga pencaplokan dan perusakan kawasan hutan lindung tersebut segera di hentikan dan usir para yakjud makjud yang ada disana sampai hari ini di pastikan ada di lokasi ” ujar Yuzmuha,
Menurut yuzmuha, pengawasan terhadap kawasan tersebut masih sangat lemah, terlebih lagi sejak kewenangan pengawasan kehutanan saat ini ditangani provinsi.
“Penyerobotan kawasan hutan lindung ribuan Ha ini semakin menjadi. Pengawasan semakin lemah, dengan selalu berdalih kurangnya dana dan personel yang ada,” kata dia.
Selama ini, kawasan hutan lindung simpur dikuasai sejumlah orang berduit. Di sebut saja misalnya Yakjud di blok 10 yang memiliki sedikitnya 150 hektar lahan hutan yang telah berubah menjadi sangat gundul yang akan di jadikan perkebunanan kopi.
Selain itu, Yakjud juga menjadi bos yang menampung semua kawanan perusak itu untuk menghancurkan hutan lindung dan harus di bayar mahal itu di jadikan perkebunan hasil kebun kopi,dan ada yang berani masukkan alat berat.
Selain Yakjud,
sejumlah orang berduit yang notabene bukan warga sekitar hutan memiliki lahan luas.
“Padahal, aturan perundangan yang menyebutkan peruntukan kawasan tersebut sudah jelas, yaitu dilarang menebang hutan,” ujar yuzmuha.
“Selain itu Gunawan Futra kepala Desa Hakim Peteri Pintu dan syamsul kepala dusun Hakim Peteri Pintu saat di hubungi media, membenarkan bahwa gajah sudah masuk perkebunan warga sudah selama 5 hari ini, akibatnya warga tidak lagi berani memetik hasil kopinya yang pada saat ini tengah panen besar(panen raya) padahal kopi merupakan usaha utama warga kami dan sisi lain Sarana air bersih juga sudah tidak lagi berpungsi normal karena pralon banyak di pecah oleh kawanan gajah,tutupnya”.
tercatat sedikitnya puluhan hektar perkebunan warga yang sudah tidak dapat di panen lagi karena masyarakat juga harus mengutamakan keselamatan meski masyarakat pun harus kehilangan mata pencaharian.
Terkait dengan perambahan hutan yang merupakan rumah gajah itu,pelakunya merupakan warga pendatang yang telah membawa petaka bagi kami, akibatnya gajah turun ke kebun warga di saat musim panen kopi.
Menurut sejumlah warga, yang enggan di sebut namanya lahan di kawasan inipun dikomersilkan. Nilainya sangat fantastis, untuk lahan belukar dihargai sampai Rp 4 juta per hektar, sedangkan lahan yang telah menjadi kebun harganya berlipat-lipat antara Rp 40sampai Rp 50 juta per hektar.
BENCANA MENGANCAM
Akibat puluhan ribu hektar hutan lindung di simpur dirambah dan dijadikan lahan perkebunan kopi, menyebabkan ekosistem hutan berubah dan tanah tidak mampu menahan air, sehingga, banjir yang berasal dari luapan air sungai yang menuju aceh utara dan lhok seumawe tidak dapat dihindari.
Dampaknya sejumlah Kabupaten kota di aceh bisa jadi terancam,oleh sebab itu di harapkan kepada Gebernur Aceh Nova iriansyah harus punya nyali demi mewujudkan lingkungan dan ekonomi yang berkelanjutan; tutupnya.(Mahendra)