Oleh: Marnaek Saragih
12 Oktober 2020
Program pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari implementasi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat. Jadi, pembangunan tidak lagi terfokus di seputaran ibukota kabupaten saja, melainkan hingga seluruh pelosok pedesaan.
Maka dari itu, kepala daerah dalam hal ini Bupati Simalungun, seyogyanya harus lebih banyak berada di lapangan untuk memastikan infrastruktur jalan yang benar-benar butuh perbaikan maupun pembangunan.
Salah satu alasan pentingnya pembangunan infastruktur berupa jalan dan jembatan menjadi perhatian adalah dengan tujuann supaya dapat menghubungkan antara satu daerah dengan daerah lain.
Dengan konektivitas antar daerah, diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Selain itu juga untuk memudahkan mobilitas manusia dan barang, serta membuat harga bahan pokok semakin terjangkau.
Sepuluh tahun memerintah, JR Saragih selaku Bupati Simalungun kita nilai gagal dalam pembenahan maupun pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di Kabupaten Simalungun. Jalan rusak atau yang sering disingkat orang dengan sebutan “JR” masih banyak dijumpai pada seluruh kecamatan se Kabupaten Simalungun.
Dua periode memimpin Kabupaten Simalungun, JR Saragih belum bisa menuntaskan banyaknya jalan rusak di Simalungun
Alasan luasnya wilayah dan keterbatasan anggaran yang selalu dikatakan Pemkab Simalungun melalui Kepala Dinas PUPR, menurut Marnaek Saragih hanya merupakan tameng ketidakmampuan dalam perencanaan dan penempatan anggaran pemeliharaan maupun pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di Kabupaten Simalungun.
Sebenarnya masyarakat tidak menuntut jalan ke Nagori (Desa-red) harus hotmix, namun lebih kepada kelayakan jalan tersebut untuk kenyamanan dalam berkendara.
Seharusnya, dengan keterbatasan anggaran untuk wilayah yang lumayan luas, pihak PUPR Kabupaten Simalungun harus lebih fokus pada kegiatan pemeliharaan jalan dibanding pembangunan maupun peningkatan jalan yang nota bene lebih banyak menelan anggaran. Sehingga kondisi dengan sebutan “JR” dapat teratasi.