Tapanuli Tengah ( Pandan) – TrikNews.co – Terkait Viralnya Pukat Trawl/Harimau yang bebas beroperasi di Laut Kabupaten Tapanuli Tengah, banyak asumsi nelayan kecil beranggapan bahwa ini bentuk kemunduran dalam menegakan hukum dan Undang-Undang (UU) terhadap para mafia Perusak Biota Laut di kawasan Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng).
Sekilas tanggapan ini tercurah di salah satu warung yang terletak dipinggiran pantai Pandan, tempat para nelayan kecil melepaskan lelah setelah berjibaku mencari riski dari melaut.
Adapun Topik pembahasan terkait Pukat Trawl/Harimau yang berkeliaran atau beroperasi di Laut Tapteng menjadi topik yang menarik untuk di bahas para nelayan tersebut.
Memang sedikit nyeleneh, tetapi apa yang terucap dalam topik tersebut memang nyata adanya. Walau yang terucap dengan tata bahasa pas-pasan, tetapi, tutur kata yang sedikit mengudang senyum para nelayan adalah menjadi pengobat rasa lelah walau para nelayan tidak membawa hasil dari ia melaut.
Tetapi, berlalunya rasa senyum para nelayan, sedikit terpancar dari raut wajahnya bahwa, rasa beban yang begitu besar di pundaknya merubah raut wajahnya, seketika saat terlintas penghasilan melaut pada hari ini nihil.
Pembahasan itu berlanjut setelah marga Hutagalung kembali mengulang terkait bebasnya pukat trawl/harimau yang kini makin merajalela beroperasi di zona yang seharusnya zona nelayan kecil.
Ia menjelaskan bahwa, Sebenarnya Pukat Trawl/Harimau yang beroperasi di Laut Indonesia ini sudah mengangkangi Undang-Undang (UU) Kelautan dan Perikanan.
Lanjutnya menjelaskan, larangan penggunaan alat tangkap trawl itu ditegaskan dalam Pasal 9 UU No 45 Tahun 2009. Kejahatan alat tangkap yang merusak tersebut diancam dengan Pasal 85 UU No. 45/2009 dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 2 miliar.
“Kalau memang Undang-undang itu di laksanakan, seperti yang tertuang di pasal 9 UU No. 45/2004, kurasa kita nelayan kecil ini pasti sejahtera,” ucapnya sambil tersenyum mengakhiri ucapannya, ia Ngak,, ia Ngak Kawan-kawan dengan nada bertanya.
lanjutnya lagi menjelaskan, tidak di pasal itu saja perubahan pasal No. 9 UU Tahun 2004 juga ada seperti di pasal No. 31 Tahun 2009 tentang Perikanan, Setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau alat bantu penangkapan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
Galung menuturkan, penjelasan Pasal 9 UU No. 45/2009 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan termasuk diantaranya jaring trawl atau pukat harimau, dan/atau kompresor.
“Sebenarnya ini saja di tegakkan, aku rasa laut kita ini akan kembali berjaya, dan kita nelayan kecil ini pun sejahtera,” harapnya.
“kalau dijalankan !, inikan tidak, makanya nasip kita dan penghasilan kita seperti ini,” nyeleneh kawan yang di sampingnya sambil tertawa ringan.
sambung Galung, di Pasal 85 UU No. 45/2009 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00.
Galung juga menambahkan dengan tujuan bahwa UU Kementrian Kelautan dan Perikana juga menjelaskan terkait daya tangkap Pukat Trawl/Harimau di sebut alat tangkap Jaring Hela Ikan Berkantong ditegaskan sendiri berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan KEP.06/MEN/2010 tentang Alat Penangkap Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia berada dalam klasifikasi alat tangkap Trawls atau Pukat Hela.
Trawls atau Pukat Hela merupakan salah satu kelompok alat tangkap ikan yang dibuat dan terdiri dari jaring dengan kantong serta mampu digunakan dengan atau tanpa alat pembuka mulut jaring. Cara pengoperasiannya adalah dengan cara dihela di satu sisi dan juga bisa di sisi belakang kapal. Kemudian kapal tersebut dilajukan. Alat pembuka mulut jaring pada trawl bisa saja dibuat dari bahan kayu, besi, ataupun bahan lainnya.
Berarti sudah jelas, alat tangkap trawl telah dilarang sejak tahun 1985 melalui Keppres No. 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl. Aturan tersebut timbul setelah berbagai konflik besar antara nelayan kecil setempat dengan kapal trawl.
“Kalau sudah ada dasarnya, kenapa Pukat Trawl/Harimau di wilayah laut kita ini masih bebas beroperasi. Wahhh, berarti ada udang di balik kerupuk peyek,” Ujar salah satu nelayan sambil tertawa.
Sambung pria yang paling sudut di warung tersebut menyebut, kalau memang APH tidak bertindak, ini bisa repot urusannya. Yang di takutkan para nelayan kecil bisa marah, dan tidak memandang hukum lagi,” Tutupnya
(Rimember)