JAKARTA – Komite III DPD RI menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait penyusunan pandangan dan pendapat DPD RI terhadap RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), Senin (4/9/2023) di DPD RI. Dalam rapat tersebut, Komite III DPD RI menilai pekerja rumah tangga (PRT) saat ini memiliki posisi yang lemah baik dari sisi ekonomi ataupun pelindungan hukum.
“Kondisi ini yang menjadi celah terjadinya eksploitasi dan kekerasan pada PRT. Lemahnya posisi PRT secara ekonomi dan ketidakberdayaan secara fisik maupun mental telah menyebabkan berbagai pelanggaran atas hak-hak PRT tidak dapat ditangani atau diproses hukum,” ucap Ketua Komite III DPD RI Hasan Basri.
Menurut Hasan Basri, pengaturan pelindungan terhadap PRT di Indonesia sebenarnya telah diatur dalam berbagai regulasi, seperti UUD 1945, UU No. 23/2004, dan UU No. 39/1999. Sehingga negara harus dapat mengakui menghormati, dan menghargai hak-hak warga negara termasuk pemenuhan hak-hak asasi PRT dalam kehidupan nyata.
“RUU PPRT yang akan dibahas pada tahun 2023 ini, diharapkan menjadi landasan dalam mengatur dan mengelola permasalahan bidang ketenagakerjaan. Terutama dalam melindungi para pekerja domestik atau PRT di Indonesia yang jumlahnya mencapai 4,2 juta orang,” imbuh Hasan yang juga Senator dari Kalimantan Utara ini.
Dalam RDPU tersebut, Senator dari Sulawesi Selatan Lily Amelia Salurapa menilai RUU PPRT harus segera disahkan. Hal ini merupakan perwujudan dari amanat konstitusi yang memberikan jaminan atas penghidupan dan pekerjaan yang layak bagi warga negara.
“Pemerintah perlu menjalin koordinasi dengan DPR, DPD RI, dan stakeholder terkait dalam pengesahan RUU ini. Ada banyak kasus kekerasan PRT di Indonesia yang memerlukan langkah strategis dari pemerintah,” ucapnya.
Sementara itu, Senator dari Bali Anak Agung Gde Agung berharap agar RUU PPRT dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Karena saat ini banyak bermunculan perusahaan aplikator yang mempekerjakan masyarakat melalui aplikasi. Di dalam hubungan kerja tersebut belum sepenuhnya diatur dalam kontrak kerja yang jelas bagi para pekerja.
“Pekerja ini tidak memiliki hubungan hukum dengan pelanggannya dan dengan aplikator hanya sebatas kemitraan. Penting untuk memformulasikan ini sehingga para pekerja memperoleh pelindungan hukum,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) Lita Anggraini menjelaskan sampai saat ini banyak kasus yang dialami oleh PRT di Indonesia, mulai dari kekerasan fisik, kekerasan ekonomi, ataupun kekerasan psikis. Hal tersebut merupakan bentuk belum adanya pelindungan bagi para PRT di Indonesia.
“Sering kali masalah-masalah pelecehan pada PRT dianggap sebagai sebuah kewajaran. Kami pun berharap agar DPD RI dapat membantu terkait permasalahan ini atas penghidupan dan pekerjaan yang layak bagi warga negara,” ucapnya.
Senada, Program Officer International Labour Organization (ILO) Indonesia Lustiani Julia menilai RUU PPRT diharapkan mampu menjadi landasan hukum dalam memberikan pelindungan bagi PRT ataupun pekerja migran Indonesia. Menurutnya, RUU ini akan memberikan kepastian dan perlindungan bagi pemberi kerja ataupun majikan.
“Meski RUU ini belum sepenuhnya mengatur detail seperti yang ada di Konvensi ILO No. 189 yang menawarkan perlindungan khusus kepada pekerja rumah tangga, Indonesia nampaknya sudah punya wacana untuk memberikan perlindungan itu,” jelasnya.**ar(Ril)