BerandaDPD RITerkait UU Cipta Kerja, Dr. Badikenita Sitepu, S.E., M.Si : ‘’Uji Formil...

Terkait UU Cipta Kerja, Dr. Badikenita Sitepu, S.E., M.Si : ‘’Uji Formil Sudah, yang Diributkan Materinya’’

Author

Date

Category

Medan, triknews.co – Gelombang aksi kaum buruh dalam menolak Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja terus bergejolak hingga saat ini. Walaupun aspirasi kaum buruh itu sebelumnya telah disampaikan ke DPRD Sumut untuk disampaikan ke pusat.

Ada beberapa alasan kaum buruh menolak Omnibuslaw UU Cipta Kerja (Cika). Salah satunya berkaitan dengan cluster ketenagakerjaan. Kalangan buruh berharap lewat Dr. Badikenita BR. Sitepu, S.E., M.Si dapat membantu menyampaikan aspirasi tersebut kepada pemerintah pusat.

Dr. Badikenita BR. Sitepu, S.E., M.Si
yang juga sebagai Ketua Umum (Ketum) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) periode 2020-2025 mengungkapkan pihaknya menerima poin-poin yang menjadi permasalahan dan akan menyampaikan aspirasi buruh kepada pemerintah pusat. Ia meyakini, aspirasi dari buruh akan menjadi pertimbangan pemerintah pusat dalam mengimplementasikan Omnibus Law UU Cika.

“Peraturan Pemerintah itu setelah Omnibus Law, sekarang lagi diperbaiki. Maksudnya para buruh harus tau apa yang menjadi turunan yang baru dari UU yang udah disahkan tersebut, namun belum uji materi.” Ungkap Badikenita pada Jumat (11/6/2023) malam di Medan saat berbincang-bincang dengan Ketua Umum KBI (Kesatuan Buruh Independen) Parulian Sinaga, SH.

Badikenita juga menjelaskan bahwa UU Cipta Kerja dimaksud merupakan belum melalui tahap materi. “Uji formil yang udah, yang diributkan kan materi nya. PHK 19 itu kali plus 6 kali dari pemerintah untuk persiapan ke kerjaan baru,” Jelas komisaris dari beberapa perusahaan ini.

Menurutnya, protes dan penolakan buruh dengan adanya omnibus law UU Cipta Kerja tersebut merupakan hal yang wajar. Sebab, mengkahwatirkan poin-poin dalam omnibus law UU Cipta Lapangan Kerja tersebut merugikan buruh, terutama dari hak-hak yang dimiliki kalangan buruh.

“Omnibus Law Cika mencakup 11 klaster dari 31 kementerian dan lembaga terkait. Adapun 11 klaster tersebut adalah penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah, dan kawasan ekonomi.” Jelas Badikenita.

Beberapa poin yang meresakan kalangan buruh lanjut Badikenita, antara lain sistem pengupahan yang ada dalam draft beleid tersebut. Sistem pengupahan nantinya akan diubah menjadi perhitungan jam. Jika pekerja bekerja kurang dari 40 jam seminggu berpotensi mendapatkan gaji di bawah upah minimum.

Berdasarkan bahan penjelasan Kemenko Perekonomian, Omnibus Law UU Cipta Kerja akan mengatur skema upah per jam. Namun upah minimum yang biasanya juga tidak dihapuskan. Kemudian, kemungkinan hilangnya pesangon bagi pekerja yang terkena PHK. Pesangon itu ubah menjadi tunjangan PHK.

Namun berdasarkan UU tentang Cika masih mengatur pembayaran pesangon. Besaran perhitungan uang pesangonnya pun sama dengan yang diatur dalam UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kalangan buruh menilai poin-poin tersebut merugikan kalangan buruh. Aspirasi yang disampaikan kalangan buruh tentu beralasan. Mengingat persoalan kesejahteraan buruh hingga saat ini masih belum banyak berpihak kepada buruh, Disisi lain, pemerintah berupaya menjembatani kepentingan pengusaha dengan buruh agar tetap harmonis dan iklim industri tetap kondusif.

Oleh karena itu, kata Badikenita perlunya pemerintah dan DPR untuk mengkaji secara matang beberapa poin yang meresahkan kalangan buruh tersebut. Dengan demikian, akan ada solusi atau jalan tengah tarik kepentingan antara buruh dan pengusaha.

Semntara itu, Parulian Sinaga, SH kepada awak media ini berharap kedepannya, UU Cipta Kerja yang menurutnya dapat dicabut ataupun diberbaharui karena dampak negatifnya lebiah besar kedepannya.

“Kedepannya bisa jadi pekerja buruh di Indonesia tidak dipakai lagi, pengusaha lebih cenderung memakai pekerja asing, belum lagi seperti yang disampaikan tadi, lahan-lahan dikuasai para investor asing, karena mereka bebas berinvestasi di Indonesia termasuk tenaga kerjanya, inikan seharusnya diantisipasi” ucap aktivis yang berprofesi sebagai seorang pengacara ini.(Red)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Linda Barbara

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vestibulum imperdiet massa at dignissim gravida. Vivamus vestibulum odio eget eros accumsan, ut dignissim sapien gravida. Vivamus eu sem vitae dui.

Recent comments

- Advertisement -spot_img