JAKARTA, Triknews.co,– Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI menilai lahirnya UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah ( HKPD),
membawa harapan terciptanya sinergi antara pemerintah daerah (pemda) dan pemerintah pusat. Di sisi lain, UU ini justru menghadapi tantangan besar bagi pemda.
“UU ini mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun pemda menghadapi tantangan yang sangat besar,” ucap Wakil Ketua BULD DPD RI Abdurrahman Abubakar Bahmid saat membuka RDPU dengan Pakar Perpajakan di Gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (18/1).
Menurut senator asal Gorontalo itu, tantangan pemda yaitu perubahan mekanisme range price yang menjadi kontraproduktif dengan semangat regulerend pajak dalam menghadirkan iklim investasi yang kondusif. “ Alhasil adanya kebijakan pembaruan pada aspek jenis, tarif, hingga prosedur pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) di daerah,” ungkapnya.
Sejalan dengan hal tersebut, lanjutnya, dalam ranah pembentukan peraturan daerah yang mengatur tentang pajak daerah dan retribusi daerah. UU HKPD juga mengamanatkan adanya tahap evaluasi yang dilakukan secara bertingkat sebelum peraturan daerah yang dibentuk tersebut dapat diimplementasikan oleh pemerintah daerah. “Pengaturan tentang proses evaluasi ini memunculkan tahapan yang bisa saja menyulitkan bagi pemerintah daerah dalam menyelenggarakan kewenangan mengelola pajak dan retribusi di daerahnya,” imbuh Abdurrahman Abubakar Bahmid.
Sementara itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Sumatera Barat Muslim M Yatim menilai sejauh ini daerah tidak bisa bergerak dengan adanya peraturan pusat. Apalagi, lahirnya UU Cipta Kerja yang telah menambah ‘penderitaan’ kewenangan daerah. “UU Cipta Kerja telah menambah penderitaan kewenangan daerah. Maka saya berharap UU HKPD bisa membawa angin segar bagi daerah,” paparnya.
Anggota DPD RI asal Provinsi Aceh Abdullah Puteh mempertanyakan bahwa perpajakan nasional memberikan daya dukung yang kuat kepada daerah. Faktanya sampai saat ini daerah masih saja kesulitan keuangan maka diperlukan strategi khusus di sektor perpajakan. “Kita perlu strategi khusus untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) sehingga menjadi suatu harapan bagi daerah,” cetusnya.
Di kesempatan yang sama, Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng mengatakan bahwa PDRD pasca UU HKPD berpotensi meningkatkan PAD. Jika dilihat dari insentif fiskal, UU ini diyakini mampu mendorong pemda untuk memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha. “Insentif fiskal ini sebagai upaya konkrit dalam merealisasikan fungsi regulerend pajak dan retribusi, berpotensi meningkatkan investasi dan PAD,” ujarnya.
Ketua Klaster Politik Perpajakan, Kesejahteraan dan Ketahanan Nasional Haula Rosdiana menjelaskan penerbitan UU HKPD berimplikasi penyesuaian hukum pajak material dan hukum pajak formal PDRD. Alhasil terjadi penurunan biaya administrasi dan kepatuhan yang berimplikasi restrukturisasi pajak daerah berbasis konsumsi. “Restrukturisasi menjadi Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Selain itu, terdapat rasionalisasi retribusi dari semula 32 jenis layanan menjadi 18 jenis layanan,” paparnya. (lies)
Editor : Jonter Sinaga