Langsa : Trik News co – Walikota Tgk.Usman Abdullah,SE bersama dengan Kepala Kejaksaan Negeri Langsa Viva Hari Rustaman,SH lakukan lounching Gampong Restoratif Jastice di Kawasan Kota Langsa dalam wilayah Gampong Matang Seulimeng, Rabu (30/3).
Program Kejaksaan dalam Gampong RJ tersebut bertujuan membiasakan penerapan hukum dalam setiap permasalahan yang dihadapi dan terjadi di tengah-tengah masyarakat dengan tidak mengesampingkan hukum adat sebagai kearifan lokal guna pendekatan kepada masyarakat. Dengan program ini diharapakan setiap persoalan yang timbul dapat terselesaikan secara Arif dan bijak.
Walikota Langsa Tgk.Usman Abdullah,SE dalam arahan sambutannya memaparkan, Pada kesempatan yang baik ini, Pemerintah Kota Langsa beserta Segenap Jajaran mengucapkan, “Terimakasih yang tak Terhingga” kepada Kejaksaan Negeri Langsa yang telah menginisiasi dan membentuk Rumah Restorative Justice di wilayah Kota Langsa dan selamat kepada gampong yang telah terpilih dari 5 gampong, yaitu Gampong Buket Meutuah, Sidorejo, Tualang Teungoh dan Gedubang Jawa, dan kami menyampaikan apresiasi dan selamat atas terlaksananya launching Rumah Restorative Justice di wilayah Kota Langsa yang dipusatkan di gampong Matang Seulimeng sebagai tuan rumah dari kelima gampong yang telah terpilih, sebut Walikota.
Tentu semua, lanjut Walikota lagi, telah melalui proses penilaian kelayakan yang dilakukan oleh tim Kejaksaan Negeri (PN) Langsa. Oleh karena itu pemerintah dan warga gampong Matang Seulimeng patut berbangga hati. Semoga hal ini menjadi tambahan motivasi bagi semua pihak di gampong ini untuk mewujudkan gampong yang berkeadilan berdasarkan Syariat Islam dan nilai-nilai kearifan lokal.
Hadirin dan Undangan yang Kami Hormati, Restorative Justice ini sebetulnya bukan hal baru dalam praktek kehidupan kita di Aceh. Indatu kita sejak dulu mengajarkan agar dalam proses penyelesaian suatu kasus dilakukan secara musyawarah melibatkan semua pihak, terutama korban dan keluarganya, pelaku dan keluarganya, dan para tetua Gampong sebagai perwakilan masyarakat.
Proses tersebut dinamakan peradilan adat gampong yang berlangsung secara terbuka dan fair di meunasah. Tujuannya adalah untuk mencari solusi yang bisa memulihkan kerugian korban sekaligus menjaga agar hubungan antara pelaku dan korban kembali terbina dengan baik pasca kejadian.
Nilai-nilai dasar dan mekanisme penyelesaian masalah seperti itulah yang dinamakan restorative justice. Dalam KUHP kita memang belum dikenal, tetapi Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan Kejaksaan Agung No 15 tahun 2020, , Surat Edaran Kapolri 19 Februari 2021 telah membuka peluang penyelesaian kasus pidana ringan di luar pengadilan, terutama untuk kasus yang ancaman hukuman penjara paling lama 3 bulan dan denda Rp 2.500.000,00, urai Walikota dalam sambutannya.
Ia menambahkan, di Aceh, berdasarkan Qanun Provinsi Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat yang diperkuat dengan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 60 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa/Perselisihan Adat dan Istiadat serta Keputusan Bersama Gubernur, Kapolda Aceh dan Majelis Adat Aceh.
Terdapat 18 perkara ringan yang terjadi di masyarakat dapat diselesaikan secara Adat oleh aparatur gampong melalui mekanisme peradilan adat gampong. 18 perkara tersebut diantaranya, pencurian ringan, penganiayaan ringan, perselisihan dalam rumah tangga, perselisihan antar warga, pelanggaran Adat tentang ternak, pelanggaran lingkungan kategori ringan, dan yang lainnya.
Permasalahanya kemudian adalah, apakah mekanisme peradilan Adat selama ini sudah berlangsung dengan baik dan benar sesuai pedoman mekanisme peradilan Adat gampong yang sudah dibuat oleh MAA? Kalau belum, maka DPMG berkolaborasi dengan MAA, KEJARI, PN Langsa,Polres Langsa, Kabag Hukum Setdakot, praktisi hukum, dan akademisi harus turun ke gampong-gampong untuk fasilitasi pembentukan peradilan Adat gampong dan lakukan penguatan kapasitas untuk orang-orang yang terlibat didalamnya, ujarnya.
Sebut Walikota lagi, Setiap tahun selalu ada anggaran Bimtek dalam APBG masing-masing gampong. Coba itu dilakukan lebih efektif dan efisien di gampong dengan melibatkan lebih banyak SDM gampong. Kami berharap minimal 5 gampong percontohan ini di akhir tahun 2022 sudah ada Qanun Gampong tentang Penyelesaian Sengketa/Perselisihan di Gampong, peraturan Geuchik tentang tatacara penyelesaian sengketa/persrlisihan di gampong, dan terbentuk lembaga Peradilan Adat Gampong.
Ini perintah untuk Kadis DPMG. Meski akhir tahun ini saya sudah tidak menjabat sebagai Walikota, PR ini saya titipkan ke Sekda dan teman-teman FORKOPIMDA maupun FORKOPIMDA PLUS untuk mengawalnya. Saya ingin kita tidak hanya berhenti di ceremony, tetapi harus ada kerja nyata yang terencana dan terukur serta berkesinambungan, papar Walikota seraya berharap, semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk dan kekuatan kepada kita semua. Sehingga kita dapat menjalankan aktifitas dalam kehidupan ini penuh dengan keridhaan-Nya. Amin Ya Rabbal ‘Alamiin, tuturnya mengakhiri.
Ditempat yang sama Kepala Kejaksaan Negeri Langsa Viva Hari Rustaman SH dalam sambutannya pada acara tersebut mengatakan, Istilah Restoratif Justice (RI) atau keadilan restoratif bagi kalangan masyarakat awam pastilah masih sangat asing dan tidak dipahami maknanya.
Restorative justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri. Mekanisme dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak korban dan pelaku.
Pemulihan hubungan ini bisa didasarkan atas kesepakatan bersama antara korban dan pelaku. Pihak korban dapat menyampaikan mengenai kerugian yang dideritanya dan pelaku pun diberi kesempatan untuk menebusnya, melalui mekanisme ganti rugi, perdamaian, kerja sosial, maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya.
Kenapa hal ini menjadi penting? Karena proses pemidanaan konvensional tidak memberikan ruang kepada pihak yang terlibat, dalam hal ini korban dan pelaku untuk berpartisipasi aktif dalam penyelesaian masalah mereka ditambah lagi berdasarkan asas dominus litis kewenangan penuntutan serta penetapan dan pengendalian kebijakan penuntutan berdasarkan perundang-undangan hanya berada di Institusi Kejaksaan RI.
Dengan diresmikannya Rumah Restorative Justice, saya berharap pelanggaran di Kota Langsa semakin sedikit. “Kalau pelanggaran sedikit maka kehidupan di masyarakat semakin sempurna sesuai dengan tujuan hidup kita,”. Hukum ada untuk ditaati bukan untuk dilanggar. Selain itu, saya mengharapkan Rumah Restorative Justice nantinya tidak hanya dibangun di lima gampong saja, melainkan dapat dibangun di seluruh gampong di Kota Langsa.
Setelah terbangun di seluruh gampong di Kota Langsa, nantinya akan mendapatkan penyuluhan dari aparat Kejaksaan Negeri Langsa terkait
fungsi dan teknis pelaksanaan Restorative Justice. Kehadiran Rumah Restorative Justice adalah sebagai jawaban untuk keresahan publik terkait isu miring yang menyebutkan penegakan hukum yang kini semakin tumpul ke atas tajam ke bawah.
Namun, hanya kasus pidana yang memenuhi persyaratan yang dapat dilakukan oleh Rumah Restorative Justice. Diantaranya, pidana yang bersifat ringan, pelaku baru pertama kali melakukan pidana dan ancaman hukum di bawah lima tahun dan kerugian tidak lebih dari Rp 2,5 juta rupiah. Selain itu, harus ada kesepakatan damai dari korban dan pelaku. Dalam pelaksanaan selanjutnya apabila Bapak Ibu mengalami kesulitan dan ingin informasi yang lebih jelas, dapat menghubungi kami di Kantor Kejaksaan Negeri Langsa, petugas kami akan dengan senang hati melayani Bapak Ibu.
Mudah-mudahan Rumah Restoratif Justice ini membawa banyak manfaat bagi masyarakat dan memudahkan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari aparatur Pemerintah desa, urai Kepala Kejaksaan Negeri Langsa Viva Hari Rustaman SH dalam sambutannya. Kegiatan ini berlangsung sukses dihadiri Forkopimda Kota Langsa, petugas dari Kejaksaan Negeri Langsa, Pj Geuchik Gampong Matang Seulimeng Mursalin, SSTP, MAP , Camat Sekota Langsa, para Geuchik, Tuha Peut Gampong, dan tokoh masyarakat dari berbagai tempat dalam wilayah Pemko Langsa. (Boy)