Oleh: Erwinsyahbudi
Masih segar dalam ingatan kita, soal pemakaian jilbab di sebuah SMK di Kota Padang, Sumatera Barat. Dimana siswi non muslim tersebut harus mengenakan jilbab sesuai aturan sekolah. Meski dikemudian hari diekspos oleh berbagai media seolah siswi non muslim di sekolah tersebut tak keberatan bila mengenakan jilbab.
Ini adalah satu fenomena dari sekian banyaknya persoalan yang muncul. Ada begitu banyak kasus diantaranya adalah saat menjelang Natal muncul aksi dan demo pelarangan atribut Natal, saat di bulan Ramadhan ada ormas yang melakukan sweeping terhadap warung dan rumah maka yang buka pada siang hari serta berbagai kasus lainnya.
1 (satu) dasawarsa era kepemimpinan presiden Soesilo Bambang Yudhoyono atau SBY hampir saja meninggalkan perpecahan yang sangat luar biasa baik di masyarakat biasa apalagi dalam persoalan berbangsa dan bernegara. Timbul pertanyaan selanjutnya, SBY itu dari prajurit Sapta Marga peraih Adhi Makayasa, Alumnus Akmil 1973 sekaligus mantu dari Sarwo Edhie Wibowo sang komandan RPKAD yang menumpas ideologi komunis? Mengapa terkesan membiarkan ideologi khilafah yang di usung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bebas menebarkan ideologi lewat tangan-tangan lembut HTI atau Test Case Konflik lewat tangan-tangan keras dan kasarnya FPI.
Ada begitu banyak beredar di media sosial berupa jejak digital prajurit Sapta Marga yang menjadi partisipan dari ideologi khilafah. Selain itu adanya Deklarasi HTI yang dilakukan di stadion GBK menunjukkan bahwa gerakan mereka pada suatu saat dan masa akan melakukan kudeta dengan berdarah, bila sudah merasa pas waktunya. Apakah SBY tidak mengetahui bakal terjadi jika dibiarkan terus menerus? Sifat ambigu dan kepentingan politiknya yang membuat demikian.
Kita tak pernah mengetahui secara pasti apa sesungguhnya yang ada dalam hati dan pikiran SBY. Tapi setidaknya publik dapat membaca ke arah mana kebijakan politik SBY. amanat UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba tak membawa perubahan yang signifikan saat SBY menjadi menteri SDM pun begitu saat menjadi pucuk pimpinan RI 1.
Baru di zaman Jokowi kepemilikan saham 51% Freeport dan Chevron serta pembangunan smelter di Indonesia dapat dilaksanakan. Yang tentu saja hal ini membuat sang pemilik modal pantas kecewa karena tak mampu lagi mengeruk hasil tambang utama dan turunannya yang sudah berlangsung puluhan tahun. Tambang mentah tersebut di bawa ke luar dan ternyata bukan hanya emas, melainkan ada tembaganya dan sebaliknya.
Atas nama kekuasaan dan amanat konstitusi, Sumber Daya Alam dikuasai asing pemilik kapital. Keributan-keributan seakan dipelihara rezim SBY untuk skala tertentu sehingga anak bangsa yang kritis demi nasionalisme sudah tidak fokus lagi terhadap apa yang sesungguhnya terjadi. Anak bangsa yang peduli dan kritis asyik berkutat pada merekat dan merajut benang nasionalisme akibat adanya tindakan intoleransi sehingga lupa bahwa ada kegiatan perampokan hasil tambang.
Runtuhnya trah SBY dengan diadakannya KLB Partai Demokrat pada tanggal 5 Maret 2021 membuka babak baru. Ternyata putra bangsa yg di beri amanah untuk membawa bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik dan maju peradaban tak sepenuh hati membela rakyatnya.
Begitu banyak kader PD yang tersangkut perkara korupsi bahkan tanpa malu-malu, selepas keluar dari penjara seperti Andi Mallarangeng mantan Menpora kabinet SBY masih bercokol sebagai pengurus partai. Rasa malu itu sudah tak ada lagi, dan inipun masih dipertahankan pihak DPP PD dibawah Ketum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Babak baru perseteruan antara AHY dengan Moeldoko semakin melebar dan memanas. Saling klaim memiliki kewenangan dan tanpa di sadari polemik kepengurusan kedepannya akan menghancurkan Partai Demokrat itu sendiri.
Keputusan siapa yang sah dalam kepengurusan Partai Demokrat sekarang berada di meja Menkumham Yasonna Laoly, apakah sejarah terulang kembali seperti kasus perseteruan Partai Kebangkitan Bangsa di era SBY ? yang berujung di tangan Menkumham yang akhirnya memenangkan kubu Muhaimin Iskandar.
Mari kita dukung kebijakan pemerintah untuk kebaikan bangsa dan negara. Tentu segala pertimbangan bakal diambil pemerintah dengan sebaik-baiknya.