Pakpak Barat, TrikNews.Co–Pembangunan fisik (Irigasi) di Desa Kecupak II Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut (PGGS) dengan sumber Dana Desa (DD) semakin tidak memperdulikan aturan, bahkan dalam penyediaan material berupa pasir dan batu padas pihak pelaksana pembangunan fisik di desa menggunakan pasir yang diambil dari aliran air sawah secara sembunyi yang secara jelas telah menyalahi aturan.
Selain itu penggunaan pasir yang di ‘saok’ tidak layak untuk digunakan sebagai pasir pasangan atau campuran untuk membuat irigasi tembok penahan. Namun pelaksana pembangunan desa dalam mengerjakan Irigasi diduga tetap menggunakan pasir di lokasi pembangunan dengan pertimbangan harga permeter kubiknya lebih murah bahkan gratis.
Hasil konfirmasi kepada pihak TPKD, Julani Manik pada Rabu (3/2) pihaknya mengungkapkan telah memberdayakan pasir di lokasi sekitar proyek dengan mengambil pasir langsung dari aliran air yang akan dibangun irigasi tersebut. Tentu ini sangat menyalahi aturan terkait izin galian sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Diketahui kegiatan tersebut merupakan Pelaksanaan Pembangunan Desa, kegiatan silpa TA. 2019 yakni pembangunan Irigasi sepanjang 120 M, dengan nilai pagu sebesar Rp.167.571.150,-
Bertolak belakang dengan keterangan TPKD, Pj. Kepala Desa Kecupak II, Lintar Sinaga saat dikonfirmasi mengungkapkan pasir yang digunakan dalam pengerjaan proyek tersebut dibeli dari Boymen alias Cv. Silencang, padahal menurut keterangan TPKD pasir yang digunakan diberdayakan dari aliran air tempat pengerjaan irigasi. “Kami beli dari Boymen pasirnya dari Jambu dibawa si Cibro,” Ujar Lintar dengan nada arogan.
Ia juga menyebutkan agar menanyakan kepada bupati terkait keberadaan status izin galian C di Kabupaten Pakpak Bharat, “Semuanya di Pakpak Bharat ini pasir tidak berizin, tanyalah bupati,” Ujarnya sombong.
Menanggapi hal tersebut, Ketua LSM Sidik Perkara Kabupaten Pakpak Bharat, Alferin Padang sangat menyayangkan kejadian tersebut, Ia juga menyebutkan jika benar, hal ini tentunya sudah menyalahi aturan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah diundangkan pada tanggal 3 Juni 2020.
Felin menjelaskan pelaku penggunaan galian C yang tidak berizin dapat dijerat hukuman merujuk pada Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 Pasal 158 yang “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Tak hanya itu, Agus juga menyayangkan sikap kepala desa yang membawa-bawa nama Bupati dalam hal izin galian. “Seharusnya itu tidak boleh bawa-bawa nama bupati, itukan izin galian, hubungan nya sama bupati saya pikir sangat tidak sinkron, tapi meskipun demikian kita coba juga nanti untuk audensi kepada Pj. Bupati, Kaiman Turnip sejauh mana keterkaitan seorang bupati dengan Galian C.” Ujar Felin. (Tim)