P. Siantar, Triknews.co-Gugatan PMH (Perbuatan Melawan Hukum) kepada Walikota dan Kepala Badan Pemgelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Pematang Siantar selaku tergugat I dan II yang diajukan oleh Daulat Sihombing, SH, MH selaku Penasehat Hukum dari Pemberi kuasa, yakni dr. Sarmedi Purba, Sp.OG, Pardomuan N Simanjuntak, SH, MSi dan Rapi Sihombing, SH selaku Penggugat I, II dan III yang terdaftar dalam register perkara di Pengadilan Negeri Pematang Siantar Nomor: 128/Pdt.G/PN Pms, akan digelar sidang pertama pada hari Kamis, 12 Januari 2023 mendatang.
Hal itu dikatakan Daulat Sihombing dalam temu pers yang digelar di Kantor Notaris Dr. Henry Sinaga, SH, SpN, MKn, Jln Merdeka No. 209 Kota Pematang Siantar, Selasa (10/1/2023).
Dijelaskan Daulat, bahwa esensi gugatan kliennya ialah atas kenaikan NJOP sekitar 300% hingga 1000% yang dilakukan para tergugat berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 04 Tahun 2021, Peraturan Walikota Nomor 05 Tahun 2021 dan Keputusan Walikota Pematang Siantar Nomor 973/432/III/WK-THN 2022.
“Melambungnya NJOP tersebut telah membuat pembayaran BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan), PPH (Pajak Penghasilan), PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) Perdesaan dan Perkotaan mengalami kenaikan antara 300 hingga 1000%,” ujar Daulat didampingi para penggugat.
Hal senada dikatakan Dr Henry Sinaga, bahwa akibat kenaikan NJOP tersebut, secara otomatis akan menaikkan BPHTB, PPH, PNBP dan PBB P2 karena perolehannya merupakan kelipatan persentasi dari NJOP.
Anehnya, menurut dr. Sarmedi Purba, agar tidak menimbulkan gejolak karena telah mendapat protes dari kalangan masyarakat, Walikota justru mengeluarkan Peraturan Walikota Nomor 05 Tahun 2021 tentang pemberian pengurangan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar wajib pajak berupa stimulus untuk ketetapan nilai jual objek pajak bumi.
“Perwa ini membuat PBB P2 hanya mengalami kenaikan 100 hingga 200%, yang membuat seolah-olah NJOP tidak berdampak terhadap wajib pajak,” sebut Sarmedi.
Sementara Pardomuan Nauli Simanjuntak lebih menitikberatkan pada penerbitan Keputusan Walikota yang malah merevisi Peraturan Walikota, bahkan keputusan tersebut dibuat pada masa dr. Susanti Dewayani, SpA selaku Pelaksana Tugas Walikota dan bukan sebagai Walikota defenitif.
Daulat mengatakan bahwa dalam hal penetapan NJOP dan PBB P2 Kota Pematang Siantar dinilai telah melanggar atau bertentangan dengan sejumlah Peraturan Perundang-undangan, antara lain:
1. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 208.07/2018 tentang Pedoman Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
2. UU No. 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
3. UU No. 30 tahun 2014 tentang Admistrasi Pemerintahan.
4. UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Maka atas dasar pelanggaran tersebut, Para Penggugat dsn Kuasa Hukumnya berkesimpulan bahwa tindakan para tergugat tentang penetapan NJOP hingga 1000 an persen dengan segala akibat hukumnya patut dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum. Sehingga konsekuensinya Perwa No. 04 tahun 2021, Perwa No. 05 tahun 2021 dan Keputusan Wako No. 973/432/III/WK-THN 2022, tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.
Saat ditanya tentang tujuan gugatannya, para penggugat dan kuasanya secara serentak mengatakan untuk memperjuangkan pembatalan kenaikan NJOP dan PBB P2 tersebut karena berdampak pada penurunan investasi di Kota Pematang Siantar. (MS/Red)