Penulis : Dewi Elviani Puspita Sari
Prodi Perbankan Syariah Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Langsa
Tempurung Kelapa merupakan limbah padat dari hasil olahan kelapa yang sudah diambil daging kelapanya unuk mendapatkan santannya. Tempurung kelapa tidak hanya sebagai bahan, akan tetapi tempurung kelapa juga banyak manfaaatnya dan kegunaanya seperti membuat asbak rokok, gantungan kunci, cangkir minum, jam dinding dan lampu hiasan. Ditengah masa pandemi covid-19 yang masih terjadi, Institut Agama Islam Negeri Langsa (IAIN) tetap menjalankan program kegiatan Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) yang dilakukan sejak tanggal 8 Maret sampai 21 April 2021. Kegiatan Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) dimasa pandemi ini sangat berbeda dengan sebelumnya, dimana mahasiswa dituntut untuk melakukan kegiatan KPM secara mandiri yang dilakukan di desa masing-masing peserta KPM. Dengan tujuan untuk untuk mendapatkan suatu pengalaman serta merefleksi dari suatu kegiatan yang dilakukan mahasiswa.
Salah satunya Dewi Elviani Puspita Sari, ia merupakan mahasiswa dari program studi Perbankan Syariah Institut Agama Negeri Langsa (IAIN) yang sedang melakukan kegiatan KPM di desa nya sendiri yakni Desa Paya Bedi. Desa Paya Bedi adalah desa yang berada di Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang di kota Kuala Simpang. Di desa tersebut banyak penduduk yang berwira usaha seperti membuka kios untuk berjualan jajanan, kebutuhan pokok, baju, makanan dan lainnya. Dimasa seperti saat ini, ekonomi masyarakat bisa dikatakan sangat jauh menurun dibanding sebelum masa pandemi sekarang, banyak orang yang sudah tidak mendapat pekerjaan dengan berbagai alasan, mulai dari pemecatan hingga tutupnya usaha mereka.
Dibalik semua masalah yang terjadi, dewi menemukan hal yang tidak biasa didesa nya, yakni limbah tempurung – tempurung kelapa yang sudah tidak terpakai yang bisa disulap menjadi barang yang bernilai ekonomis tinggi. Hal ini sejalan dengan tujuan yang diminta dari kampus, yakni Kuliah Pengabdian Masyarakat Kerja Sosial (KPM KS).
Dimana mahasiswa di haruskan untuk terjun kelapangan di desanya untuk berpartisipasi secara langsung dan nyata dilingkungan masyarakat desa, hal itu pun disambut baik oleh Abdul Manan selaku kepala Desa Paya bedi. Ia mengatakan “ kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa sangat baik, sebagai aparatur desa, kami mendukung penuh kegiatan yang dilakukan mahasiswa yang mana hal tersebut positif bagi masyarakat”.
Limbah tempurung-tempurung kelapa ini sejatinya akan diubah menjadi kepingan arang kecil yang begitu banyak manfaat nya jika sudah menjadi arang dan diproses lebih lanjut. Tempurung kelapa ini diperoleh dari pengepul yang ada dikota kuala simpang, hal ini dikarenakan jarak antara desa paya bedi dengan kota kuala simpang yang merupakan central pusat ekonomi kabupaten aceh tamiang.
Dalam proses ini, banyak tahap yang diperlukan untuk mengubah tempurung kelapa menjadi kepingan arang. Setelah mendapatkan tempurung kelapa dari pengepul, tempurung kelapa lalu dikumpulkan menjadi satu tempat agar dalam proses pembakaran tidak kesulitan. Produksi pun dilakukan dengan sangat sederhana, yakni dengan menggunakan drum/tong bekas sebagai tungku pembakaran.
Perlu diketahui, arang tempurung kelapa dapat digunakan dengan mudah mulai dari bahan obat, zat aktif karbon, hingga penjernih air. Selain itu arang tempurung kelapa juga diolah lagi menjadi briket yang mana berfungsi sebagai penahan nyala api yang biasa digunakan sebagai penghangat di Negara yang memiliki suhu dingin, sehingga tanpa menghidupkan api yang menimbulkan asap kita sudah bisa merasakan hangat yang timbul dari briket arang tempurung kelapa yang sudah diolah.
Pada awalnya, drum/tong yang sudah dimodifikasi menjadi lebih besar dari ukuran aslinya di isi dengan tempurung kelapa dan dibakar, dan secara bertahap tempurung kelapa dimasukkan kedalam hingga drum/tong itu penuh dikarenakan api yang awalnya dari lapisan paling bawah terus berjalan kearah atas sehingga membutuhkan isi yang penuh tempurung kelapa di drum/tong tersebut, hal tersebut dilakukan agar api tetap menyala dan stabil, dikarenakan jika api menyala terlalu besar maka tempurung kelapa yang dibakar tadi akan habis menjadi abu.
Dewi rela berada di tengah kepulan asap hasil dari pembakaran arang tempurung kelapa ini, teriknya matahari menjadi samar seperti mendung mau hujan akibat dari kepulan asap yang menyelimuti tempat produksi. Jauh dari kata modern, produksi dilakukan dengan alat seadanya seperti drum/tong bekas sebagai tungku pembakaran.
Dewi menjelaskan “Drum-drum(tong) yang sudah sejajar tadi tidak hentinya mengeluarkan asap yang sangat pekat yang menimbulkan rasa perih dimata dan panas yang membuat sekujur badan menjadi basah oleh keringat, hal itu harus ia dan masyarakat tahan karena pembakaran membutuhkan setidaknya hingga 7 jam lamanya untuk menjadikan tempurung arang kelapa.
Disaat sudah merata, arang tempurung kelapa yang didalam drum/tong tadi pun disiram dengan air hingga apinya mati, dimana tempurung kelapa yang penuh tadi kini tinggal setengahnya, tempurung kelapa kering yang sudah dibakar menyusut hingga 30% sehingga, 3 kg tempurung kelapa kering hanya menghasilkan 1 kg arang tempurung kelapa karena sisanya menjadi abu dari proses pembakaran.
Setelah itu, tempurung kelapa yang sudah selesai dibakar tadi dikeringkan denga cara dijemur dibawah terik sinar matahari lebih kurang selama 20 menit.
Hal ini dilakukan agar tempurung kelapa yang sudah dibakar tadi bebas dari kandungan air yang sangat mempengaruhi dari kualitas arang tempurung kelapa itu sendiri. Setelah dikeringkan, tempurung kelapa tersebut di sortir ulang dengan cara di ayak diatas jaring kawat untuk menentukan pemilihan kepingan arang tempurung kelapa yang benar – benar masak dan telah menjadi arang.
Selain kepingan arang tempurung kelapa yang bernilai tinggi, abu yang sisa dari proses pembakaran tadi juga dapat digunakan sebagai pupuk bunga. Sehingga dari proses kegiatan ini, tidak ada barang yang terbuang sia-sia dan semua nya bernilai ekonomis. Hal itupun bisa dijadikan sebagai lowongan pekerjaan bagi masyarakat untuk menumbuhkan ekonomi desa.
Proses yang sulit dan panjang inilah yang membuat nilai pasar dari arang tempurung kelapa menjadi sangat mahal, yang mana untuk 1 kilogram nya saat ini dipasar nasional berkisar dari Rp7.000-52.000, harga itupun juga tergantung dari jenis yang dihasilkan. kesabaran serta ketekunan sangat dibutuhkan dalam kegiatan ini. Bahkan 1 minggu bisa mencapai 1 ton tempurung kelapa yang sudah menjadi arang .
Kepingan arang tempurung kelapa tahap awal ini dijual dengan harga per kg yakni Rp. 7000. Kegiatan ini diharapkan dapat berjalan dengan berkelanjutan dan mampu membuka lowongan pekerjaan bagi masyarakat terutama anak-anak muda, agar mereka mengetahui dan memhami tempurung kelapa yang sudah tidak terpakai lagi ternyata mempunyai banyak manfaatnya, yang dapat dijadikan arang yang mempuyai nilai harga yang tinggi. Dan juga agar ekonomi masyarakat desa tetap tumbuh dan lebih maju kedepannya dengan semakin sulitnya seperti sekarang ini.