Langsa: Trik News.co – Praktik money politik kian brutal menjelang Pilkada serentak 2024 di Kota Langsa. Demokrasi yang seharusnya menjadi ajang memilih pemimpin terbaik, kini berubah menjadi pasar gelap di mana suara rakyat dijual murah.
Jika dulu politik uang mengandalkan “serangan fajar” langsung, kini modusnya berevolusi ke ranah digital melalui aplikasi dompet digital seperti DANA, OVO, dan LinkAja.
Fenomena ini tak hanya mencoreng nilai demokrasi, tapi juga mengancam masa depan Kota Langsa.
“Pemimpin yang lahir dari politik uang hanya akan mengembalikan modal, bukan membangun rakyat. Kota ini akan mandek jika terus dipimpin oleh mereka yang membeli suara,” tegas mantan Wali Kota Langsa dua periode, Tgk. Usman Abdullah, SE alias Toke Seu’um, Kamis (21/11).
“Tantangan Berani: Hadiah Rp10 Juta untuk Pelapor”.
Dalam upaya membongkar praktik busuk ini, Toke Seu’um mengeluarkan tantangan tegas.
“Siapa pun yang dapat mengungkapkan praktik money politik dengan bukti kuat akan kami beri hadiah Rp10 juta per kasus. Pelapor juga akan mendapat perlindungan hukum dari empat pengacara yang telah kami siapkan. Ini bukan sekadar wacana, tapi langkah nyata melawan penghancuran demokrasi,” tegasnya.
Toke Seu’um mendorong masyarakat untuk berani melapor dan tidak takut menghadapi ancaman.
Ia menambahkan bahwa teknologi digital sebenarnya memberikan keuntungan dalam pelacakan jejak transaksi.
“Jejak digital itu tidak bisa dihapus begitu saja. Dengan koordinasi antara Bawaslu, Gakkumdu, OJK, dan perbankan, aliran dana mencurigakan bisa ditelusuri. Tinggal keberanian mereka saja untuk bertindak,” sindirnya.
“Serangan Fajar Digital: Modus Baru, Tujuan Lama”.
Toke Seu’um menyoroti bagaimana politik uang kini bertransformasi ke bentuk yang lebih modern namun sama merusaknya.
“Dulu serangan fajar dilakukan secara langsung, kini cukup lewat transfer aplikasi. Modusnya canggih, tapi tujuannya tetap sama: merampas hak rakyat untuk memilih secara bebas. Demokrasi kita sedang dijual dengan harga murah,” ujarnya geram.
Ia menekankan bahwa jika praktik ini terus dibiarkan, pemimpin yang terpilih hanya akan menjadi “pengusaha politik” yang memprioritaskan balik modal ketimbang kepentingan rakyat.
“Pemimpin seperti ini tidak akan pernah jujur. Segala kebijakan mereka hanya bertujuan menutupi kerugian yang dikeluarkan saat kampanye. Ini bahaya besar bagi Kota Langsa,” tambahnya.
Peringatan Keras untuk Penyelenggara Pilkada
Toke Seu’um juga mengkritik keras penyelenggara pemilu yang cenderung pasif menghadapi politik uang.
“Kalau penyelenggara pemilu, terutama Bawaslu, tidak serius menindak praktik ini, maka mereka sama saja menjadi bagian dari masalah. Jangan hanya diam, demokrasi kita sedang dibunuh di depan mata!” ujarnya tajam.
Ia meminta agar Bawaslu, Gakkumdu, dan lembaga keuangan seperti OJK segera mengambil langkah proaktif untuk mengidentifikasi dan menghentikan praktik money politik berbasis digital.
“Suara Rakyat Bukan untuk Dijual”,
Di akhir wawancara, Toke Seu’um menyerukan kepada masyarakat untuk tidak tergoda oleh iming-iming uang.
“Suara kalian menentukan masa depan Kota Langsa. Jangan jual suara hanya untuk kepentingan sesaat. Pilih pemimpin yang benar-benar peduli, bukan mereka yang memperdagangkan demokrasi,” pungkasnya.
Kota Langsa kini menghadapi ancaman nyata. Pilkada yang seharusnya menjadi ajang lahirnya pemimpin berkualitas justru dikotori oleh praktik politik uang.
Pertanyaannya, akankah masyarakat bangkit melawan, atau membiarkan uang terus merusak masa depan? Suara rakyat tidak boleh diperjualbelikan. (Tim)