Langsa: Trik News.co – Keterlambatan pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (R-APBK) Langsa 2025 bukan hanya mencerminkan lemahnya kepemimpinan di DPRK, tetapi juga membuka ruang pertanyaan besar tentang siapa yang akan menanggung beban jika sanksi benar-benar dijatuhkan.
Sebagai latar belakang, pemerintah pusat dapat memberlakukan sanksi berupa pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 25 persen terhadap daerah yang gagal mengesahkan APBK tepat waktu.
Dengan DAU Langsa yang diusulkan dalam APBK 2025 mencapai Rp457,65 miliar, potongan ini berpotensi menyusutkan anggaran hingga Rp114 miliar.
Dampak Pemotongan: Siapa yang Dirugikan?
Sanksi pemotongan DAU tidak hanya berdampak pada kas daerah, tetapi juga langsung memengaruhi banyak aspek penting.
Salah satu dampak paling nyata adalah terhadap pembayaran belanja pegawai, termasuk gaji Aparatur Sipil Negara (ASN), tenaga honorer, serta pelaksana lapangan yang terlibat dalam proyek pemerintah.
Jika anggaran terbatas, beberapa skenario berikut sangat mungkin terjadi:
1. Pemangkasan Gaji dan Tunjangan Pegawai
DAU berkontribusi besar terhadap pembayaran gaji dan tunjangan ASN.
Pemotongan dana bisa menyebabkan tertundanya pembayaran gaji atau bahkan pengurangan tunjangan yang menjadi hak pekerja pemerintah.
2. Penundaan atau Penghentian Proyek Pembangunan.
Proyek infrastruktur yang sudah direncanakan dalam APBK, seperti pembangunan jalan, sekolah, atau fasilitas kesehatan, dapat tertunda atau dihentikan.
Tenaga kerja yang bergantung pada proyek ini berisiko kehilangan mata pencaharian.
3. Keterlambatan Honor Tenaga Kontrak.
Para pekerja kontrak, seperti tenaga medis, guru honorer, dan tenaga lapangan lainnya, mungkin menghadapi risiko pemotongan honor.
Sering kali, mereka adalah kelompok yang paling rentan dalam kondisi ini.
4. Gangguan Layanan Publik.
Anggaran untuk operasional layanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan kebersihan, juga dapat terganggu.
Akibatnya, masyarakat luas turut dirugikan.
Siapa yang Bertanggung Jawab?”
Ketua DPRK memiliki peran kunci dalam memimpin pembahasan anggaran.
Kegagalannya untuk memastikan tata tertib (tatib) dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) selesai tepat waktu merupakan bentuk kelalaian manajerial yang tidak dapat diabaikan.
Banyak pihak menilai, alih-alih menjalankan tugas legislatif, fokus Ketua DPRK yang lebih condong pada kegiatan politik pribadi telah menjadi hambatan besar dalam penyelesaian APBK.
“Ketua DPRK adalah motor penggerak dalam pembahasan APBK. Kalau ini gagal, dampaknya luas. Bukan hanya gaji pegawai, tapi juga stabilitas layanan publik. Jika memang tidak mampu, lebih baik mundur,” ujar seorang pengamat politik lokal.
Langkah Darurat yang Harus Dilakukan.
Untuk menghindari sanksi, DPRK Langsa harus segera melakukan langkah-langkah berikut:
1. Mempercepat Penyelesaian AKD
Ketua DPRK harus segera memimpin pembentukan AKD agar pembahasan APBK dapat dimulai secepatnya.
2. Memaksimalkan Peran Sekretariat DPRK
Sekretariat DPRK harus proaktif membantu penyusunan agenda rapat dan menghindari hambatan administratif.
3. Meminta Pendampingan Pemerintah Provinsi
Dalam kondisi darurat seperti ini, DPRK Langsa dapat meminta pendampingan teknis dari Pemerintah Aceh untuk mempercepat pembahasan.
4. Menunda Agenda Politik Pribadi
Ketua DPRK harus meninggalkan segala kegiatan politik pribadi hingga APBK selesai, demi menunjukkan tanggung jawab sebagai pemimpin legislatif.
Akankah Rakyat Menanggung Beban Lagi?”
Jika sanksi benar-benar diterapkan, masyarakat Langsa akan menjadi pihak yang paling dirugikan. Padahal, mereka tidak terlibat dalam kegagalan ini.
Seharusnya, Ketua DPRK dan seluruh anggota dewan lebih memprioritaskan tanggung jawab publik dibandingkan ambisi politik pribadi.
Dengan waktu yang semakin mendesak, langkah konkret harus segera diambil. Jika tidak, sejarah akan mencatat ini sebagai salah satu kegagalan terbesar dalam tata kelola pemerintahan Kota Langsa. (Tim)