MEDAN
Masih tingginya tingkat kemiskinan di 15 kabupaten atau daerah yang menjadi kantong-kantong Kristen di Provinsi Sumatera Utara, menjadi salah satu sorotan DPD Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) Provinsi Sumut.
Hal itu disampaikan Ketua DPD PIKI Sumut, Dr Naslindo Sirait SE MM dalam Refleksi Awal Tahun dan Focus Group Discussion (FGD) Tahun 2024 yang digelar PIKI Sumut, di Aula DPD PIKI Sumut, Jalan Harmonika Baru, Medan, Sabtu. (27/01/2024)
Naslindo memaparkan data BPS. Pada tahun 2023 masih terdapat penduduk miskin sekitar 8,15 % atau 1,2, juta di Sumut, dimana masih besar golongan individu yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti makan, bersekolah, dan berobat ke rumah sakit.
Naslindo Sirait menilai bahwa harus ada peran-peran sentral lembaga keumatan dan juga gereja.
“Yang menjadi perhatian gereja adalah bahwa persentase kemiskinan di kantong-kantong Kristen dalam catatan kami ada 15 kabupaten, persentasenya kemiskinan lebih tinggi dari kabupaten lain, yakni 11, 82 persen, bahkan di Nias tingkat kemiskinan mencapai 18 persen,” ungkap Naslindo.
15 Daerah Kristen Kantong Kemiskinan:
Nias Barat 22,81%
Nias Utara 21,79%
Nias Selatan 16,39%
Nias 15,10%
Gunungsitoli 14,78%
Samosir 11,66%
Tapanuli Tengah 11,50%
Humbang Hasundutan 8,69%
Tapanuli Utara 8,54%
Toba 8,04%
Simalungun 7,87%
Dairi 7,47%
Karo 7,98%
Pakpak Bharat 7,54%
Pematang Siantar 7,24%.
Semestinya tidak demikian persentase kemiskinan di daerah kantuog-kantong Kristen. Pasalnya daerah-daerah itu memiliki sumber daya alam yang luar biasa, yang ironisnya belum mampu untuk memberikan kesejahteraan.
“Maka pertanyaan kritisnya, dimana peran kita? Dimana peran gereja, bagaimana firman yang ditaburkan berbuah kesejahteraan? Inilah yang menjadi perenungan kita, untuk mengentaskan warga gereja tersebut dari kemiskinan,” jelas Naslindo Sirait.
Selain itu, PIKI Sumut juga manggapi soal persoalan pangan. Menurutnya Naslindo Sirait, salah satu faktor yang dapat mengurangi produktivitas petani di Sumut seperti pertanian padi adalah pupuk.
Ia mengatakan, kondisi pupuk yang langka, mahal dan terbatas, menjadi keluhan para petani sehari-hari. Petani tidak bisa lagi hanya tergantung kepada pupuk kimia.
Dalam hal inilah, kata Naslindo, peran PIKI Sumut bersama gereja diperlukan hadir untuk membantu petani, menginisiasi penggunaan pupuk organik dengan memanfaatkan berbagai sumber pupuk organik.
“PIKI Sumatera Utara telah menginisiasi penggunaan pupuk organik di wilayah Toba dan Taput dan sekitarnya, dengan memanfaatkan ikan red devil yang menjadi ikan predator di Danau Toba, untuk dijadikan pupuk organik, gerakan ini harus terus kita perbesar. Kita harus mengamankan pangan kita, karena keberlangsungan bangsa kita sangat tergantung pada ketersediaan pangan yang kita miliki,” ujar Naslindo.
“Sesungguhnya kantong-kantong Kristen yang memiliki sumber daya pertanian harus terus kita tingkatkan menjadi lumbung pangan, dengan terus memberdayakan petani dengan budidaya pertanian yang semakin modern,” tambahnya.
Di bagian lain, PIKI Sumut juga menyoroti perjalanan demokrasi bangsa hingga saat ini. Naslindo menyampaikan pada perhelatan Pemilu 2024 dalam memilih presiden dan wakil presiden, legislatif dan juga kepala daerah, PIKI meneguhkan sikapnya bukan merupakan bagian dari kekuatan politik manapun.
PIKI melihat bahwa momentum demokrasi ini harus benar-benar dijaga dengan aktif mendorong warga gereja menggunakan hak politiknya, dengan mencermati track record dari setiap calon, dan gagasan-gagasan kemajuan yang ditawarkan.
Ia menyarankan gereja juga harus berani menolak politik uang.
“Kita yakin pemilu adalah jalan kita untuk mewujudkan indonesia yang semakin demokratis,” sebutnya.
Kemudian dalam refleksi yang sudah menjadi tradisi PIKI tersebut, Naslindo Sirait memaparkan sikap PIKI yang menjadi dasar organisasinya dalam menyikapi berbagai peristiwa yang terjadi.
“PIKI mengedepankan sikap berpikiran positif dan dapat menerima semua yang terjadi. Dengan sikap yang demikian, atas semua peristiwa yang terjadi saat ini, kami tidak buru-buru menolaknya, apalagi emosional untuk menyikapinya,” sebutnya.
Sikap itu diambil PIKI berdasarkan ayat firman Tuhan ‘Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil’.
“Kami sangat meyakini, bahwa tidak ada peristiwa yang terjadi tanpa seizin Tuhan, dan kami yakin bahwa atas semua peristiwa terjadi adalah alat Tuhan untuk mendewasakan kita. PIKI sebagai organisasi Kristen tidak akan melakukan penolakan-penolakan terhadap kebijakan pemerintah, apalagi melakukan demontrasi di jalanan,” jelas Naslindo.
Selanjutnya dalam mengembangkan sikap kritis terhadap situasi apapun, apakah itu baik maupun tidak dalam kondisi baik, Dr Naslindo Sirait menegaskan PIKI sebagai organisasi yang bercirikan intelektualitas, akan selalu melihat segala sesuatu dari akar permasalahan.
PIKI tidak hanya melihat fenomena dari setiap kejadian, karena fenomena bisa saja menyesatkan. PIKI melihat segala sesuatu secara rasional dan objektif.
Dengan demikian, PIKI akan terhindar dari jebakan, karena terkadang sesuatu itu kelihatan baik, padahal di dalamnya tidak demikian.
Di akhir refleksi, Dr Naslindo mengapresiasi pemerintah, TNI/Polri, pimpinan gereja dan kepada para tokoh agama dan tokoh masyarakat di Sumut, yang dinilai terus membangun kerukunan dan berbagai aspek pembangunan di Sumut.
“Semoga refleksi ini menjadi perenungan kita untuk kita menjalani tahun 2024 yang penuh tantangan. kami menutup refleksi ini dengan optimisme bahwa tahun 2024 menjadi tahun yang penuh dengan kerukunan, kedamaian dan kemajuan di semua bidang,” pungkasnya.
Refleksi awal tahun yang didahului dengan ibadah dipimpin Pdt Parulian Sipayung PhD itu turut dihadiri Dewan Penasehat Marnix Sahata Hutabarat, Prof Dr Bilter Sirait, Dewan Pakar Prof Dr Efendi Napitupulu dan jajaran pengurus PIKI Sumut, perwakilan DPC se-Sumut, PWKI Medan, BAMAGNAS, Sumut Bonasa, GMKI Medan, GKI Sumut, sejumlah mahasiswa USU, dan GBIS.(Red/Tim)