Jakarta – Keberadaan teknologi Artificial Intelligence (AI) saat ini telah memberi pengaruh tersendiri pada dunia seni. Begitu juga pada karya musik, AI yang menghadirkan voice cloning bisa menuntun kreativitas baru bagi para pegiat musik. Negatifnya, voice cloning bisa disalahgunakan, seperti dikatakan oleh salah seorang Musisi Legendaris Tanah Air, Chossy Pratama, pada Kamis (2/11/2023) di Jakarta.
“Intinya, semua kembali pada akhlak. Teknologi tidak bisa dibendung, tapi negatif impact-nya bisa diminimalkan dengan akhlak baik dari penggunanya,” kata Chossy Pratama.
Chossy Pratama yang dikenal sebagai maestronya soundtrack sinetron televisi tengah menggarap ulang lagu Asmara dalam versi AI. Chossy tak punya alasan khusus memilih lagu tersebut dari ratusan masterpiece-nya untuk dirilis dalam versi AI. Chossy hanya menilai notasi lagu tersebut lebih mudah untuk diadaptasikan dengan software yang ia gunakan.
Menurut Chossy Pratama, secara teknis menggarap lagu Asmara dalam versi AI ribet juga. Ada step awal yang sampai sekarang belum dikuasainya, yaitu cloning.
“Jadi aku mencari suara yang sudah di-clone yang menurut aku bisa cocok. Ini saja makan waktu dan biaya, belum lagi bahasa Indo belom ada text to singing algorithm-nya. Jadi harus cari akal. Apalagi ini dalam bahasa Terum, bahasanya Timor Leste,” kata Chossy Pratama.
Agar voice cloning benar-benar terdengar alami seperti manusia, Chossy Pratama sangat memperhatikan phrasing, dan pemenggalan kata. Selain itu juga penggunaan suku kata, dan panjang pendek yang bisa berubah artinya.
“Karenanya, voice cloning adalah yang paling benar untuk singing AI. Namun karena otakku sudah kurang tajam, hehehehe, makanya sementara aku beli dan pakai voice cloning for singing yang sudah jadi. Sementara untuk visualisasinya itu step berikutnya lagi. Hologram, teknologi yang sudah ada, tapi perlu kreativitas pada level yang lain. Sementara singing AI dulu deh, hehehe,” kata Chossy Pratama.
Chossy Pratama juga mengatakan, dulu tahun 80-an awal ia mulai masuk lagi ke musik lewat midi. Kemudian midi berkembang pesat menjadikan industri musik terbentuk dengan akustik dan elektronik musik.
“Sepertinya AI pun akan merubah bentuk produk musik ke arah yang aku belum tahu. Tapi lebih baik mengikutinya, daripada mencoba langsung loncat ke titik yang mungkin sudah tak terkejar,” kata Chossy Pratama.
Lebih lanjut Chossy Pratama mengatakan, voice cloning bagus untuk warna atau bahkan genre baru. Diterima tidaknya mungkin butuh waktu, sama seperti midi, butuh waktu untuk blend in dengan musik akustik.
“Singing AI belum punya tempat, masih underground, masih tunggu waktu untuk tersosialisasi dan melebar audience-nya. Saat ini masih aneh, kaku, tidak human,” kata Chossy Pratama.
(Dilaporkan oleh Muhammad Fadhli)