TrikNews.co Tapanuli Tengah ( Sarudik) – Dua Wartawati Media Elektronik kembali alami Intimidasi saat melakukan peliputan di area pembongkaran hasil Tangkap Ikan disalah satu tempat pelabuhan Kapal suwasta di Jln. Pondok batu, Kecamatan Sarudik Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Sabtu, (27/05/23).
Intimidasi yang di terima kedua Wartawati tersebut sesaat menjalankan profesinya sebagai Jurnalistik untuk melakukan peliputan terhadap aktivitas pembongkaran Ikan yang di duga mengunakan daya tangkap yang melanggar Hukum diduga (Bom Ikan).
Tidak Tanggung -tanggung untuk menggagalkan peliputan yang dilakukan dua wartawati yang sudah berada di lokasi liputan. Beberapa pekerja yang mengaku sebagai kariawan di tempat pembongkaran ikan tersebut melakukan Intimidasi dan intervensi terhadap kedua wartawati yang melakukan tugasnya sebagai Jurnalistik.
Anehnya, kedua Wartawati juga merasa bingung, jikalau memang kegiatan atau aktivitas pembongkaran ikan yang dilakukan para pekerja itu tidak menyalahi atau melanggar hukum, “kenapa mereka merasa risih saat kami konfirmasi,” Ujar salah satu wartawati yang menitikarir di salah satu media Nasional joernalinakor.com tersebut.
“Kami mendapatkan informasi dari warga sekitar. Bahwa tidak lama lagi akan ada satu kapal ikan yang menggunakan bahan peledak bongkar di tangkahan Mak Gadang. Maka dari itu kami kesana untuk memastikan kebenaran info yang kami dapat, ternyata benar saja, setibanya kami di sana. para pekerja udah agak risih atas kehadiran kami,” Tutur Enjel saat di konfirmasi.
Berlanjut untuk memenuhi persyaratan sebagai Jurnalistik, dua wartawati langsung menghimpun beberapa informasi dilapangan, melakukan konfirmasi kepada pembeli ikan dan mengatakan, “bahwa kapal ini adalah kapal Acong.
Ditanya wartawati tentang pemilik kapal, Acong mengatakan “Kakak salah alamat kalau nanya ke saya, itu kapal punya si Raja” Kata Acong. Sesaat di telusuri bahwa dia adalah salah satu anak Pemilik tangkahan Mak Gadang.
Tak berselang lama, datang seorang Laki-laki mengaku bernama Raja, seraya berkata “Bukan kapalku itu, itu kapal Ucok,” tuturnya. Jadi kalau mau konfirmasi, silahkan kepada ucok. Jangan buat ribut ditangkahan Toke ku” Ucapnya sambil melolot.
Tidak lama dari kemarahan seorang pekerja yang bernama Ucok, sekelompok preman mulai datang mengelilingi dua wartawati dan mempermasalahkan kehadiran wartawan dilokasi pembongkaran tersebut.
Dia bertanya, apa kapasitasnya melarang peliputan, Raja berujar “Aku kepala gudang disini, jangan ganggu kami bekerja. Kenapa harta kekayaan orang kau urusi, jangan ganggu Bossku” Katanya dengan nada keras sambil mengepung kedua wartawati.
Merasa mendapat intimidasi berat dari sekelompok preman tersebut, kedua wartawati akhirnya meninggalkan tempat pembongkaran ikan /Tangkahan tersebut.
Mirisnya, kenapa kapal penangkap ikan menggunakan bahan peledak masih marak beroperasi di perairan pantai barat Sumatera Utara. Menurut berita Baru-baru ini dari wilayah Aceh perairan Simeulue, penangkapan terhadap kapal ikan yang menggunakan bahan peledak pemiliknya asal Sibolga-Tapteng, pada 24 April 2023 yang lalu.
Dalam penegakan hukum untuk menyelamatkan biota laut dari tangan yang kurang bertanggung jawab, hal itu seharusnya menjadi atensi bagi penegak hukum Kapolres Tapanuli Tengah untuk melakukan penindakan bagi nelayan yang akan berlayar untuk mencari ikan. Penegakan hukum yang ketat bertujuan agar kelestarian habitat perairan pantai barat Sumatera Utara bisa terjaga dan lestari.
Disisi lain terkait peran peliputan jurnalistik, sesuai dengan mekanisme Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU 40/1999 tentang Pers, wartawan adalah profesi yang memiliki dan harus menaati Kode Etik Jurnalistik, sehingga Jurnalis/Wartawan meminta konfirmasi kepada pemilik kapal sebelum penulisan berita yang akan ditayangkan.
Tindakan intimidasi tersebut sangat disesalkan oleh kedua Jurnalis mengingat Kegiatan jurnalistik dilindungi oleh Undang-undang profesinya telah diatur dalam Undang-undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Wartawan untuk mendapatkan informasi dan dokumentasi adalah dengan meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat sebagaimana dalam pasal 17 Undang-undang No. 40 Tahun 1999 yang mengatur tentang peran serta masyarakat.
Sebagaimana pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40 tahun 1999 yang menyebutkan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah).
(Rimember)