Aceh Besar, triknews. co– Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualiaan (WTP) kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Besar atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) APBK Pemkab Aceh Besar Tahun Anggaran 2022. WTP itu merupakan yang kesepuluh kali berturut Pemkab Aceh Besar berhasil meraih prestasi WTP. Meski demikian, bersama raihan prestasi WTP tersebut masih saja ada temuan hasil audit BPK. Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), Pemkab Aceh Besar TA 2022, Laporan Hasil Pemeriksaan atau LHP Tahun 2021, temuan mencapai belasan item.
Lantas, bagaimanakah korelasi banyaknya temuan hasil audit BPK di Pemkab Aceh Besar dengan raihan opini WTP tersebut?.
Menanggapi banyaknya temuan BPK atas laporan keuangan APBK Pemkab Aceh Besar, Pengamat Sosial dan Politik Universitas Abulyatama (Unaya), Usman Lamreng, menyebutkan ini salah satu pintu masuk apparat penegak hukum untuk melakukan penelusuran apakah ada indikasi korupsi atau tidak dari hasil temuan audit BPK, bila ada memungkinkan untuk dilakukan proses hukum selanjutnya. BPK memilih dengan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion) atas temuan, dinilai tidak cukup temuan, selanjutnya hanya dijadikan catatan perbaikan administrasi oleh Pemkab Aceh Besar.
“Kami berharap temuan BPK yang bernilai diatas ratusan juta lebih, jangan hanya dijadikan catatan perbaikan administrasi. Mesti ada follow up dari pihak Aparat Penegak Hukum untuk menindaklanjuti temuan,” desaknya, Jum’at (5/5/2023), di Lambaro, Aceh Besar.
Menurut Usman, Dua tahun terakhir, Pemkab Aceh Besar banyak temuan hasil audit BPK patut di duga ada indikasi korupsi sejumlah proyek fisik, dan ini perlu dilakukan penelusuran lebih dalam oleh APH.
Sebab selama ini, tutur Usman, masih banyak sorotan masyarakat terkait pelaksanaan realisasi program dan alokasi anggaran. Masih banyaknya temuan hasil audit BPK ini menandakan lemahnya peran pengawasan oleh DPRK.
“DPRK selama ini tidak sepenuhnya mengunakan fungsinya, salah satu fungsinya adalah pengawasan. Maka sudah sepatutnya temuan audit BPK bisa juga menjadi salah satu alasan untuk memanggil eksekutif, untuk menelusuri ketimpangan temuan BPK. DPRK sudah saatnya pro aktif. Bila perlu, agendakan sidang khusus untuk membahas temuan BPK,” harap Usman.
Kata dia, kini saatnya gunakan sepenuhnya fungsi sebagai pengawasan. Citra DPRK sebagai representasi masyarakat Kabupaten Aceh Besar harus tetap dijaga. Tidak lagi melihat semangat kepartaian tetapi lebih pada tugas lembaga yang dijalankan. Jika ini yang dipegang wakil rakyat di gedung DPRK Aceh Besar, maka tidak ada lagi alasan untuk menunda lagi desakan proses hukum terhadap temuan BPK RI Perwakilan Aceh.
Pengamat Sosial dan Politik Unaya ini menegaskan bahwa Pemkab dalam hal ini Pj. Bupati, selaku pihak yang mengimplementasikan anggaran, harus bertanggung jawab dengan banyaknya item anggaran yang kewajarannya tidak diyakini.
“Kami, sangat menaruh harapan agar temuan BPK ini perlu ada tindak lanjut pihak penegak hukum. Tidak hanya dugaan korupsi di pemerintah pusat dan di daerah lain diusut, tapi di wilayah Pemkab Aceh Besar sudah saatnya diungkap,” pungkas Usman Ramleng.(Nadya)