SOLO -Triknews.co – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menjelaskan ada tiga jurus klasik dalam menghadapi resesi yang dilakukan setiap negara, jika berbicara tentang Indonesia di tengah tekanan resesi dan perubahan landskap politik dan keamanan global.
“Yang pertama adalah menentukan dengan cermat apa yang dibutuhkan dan apa yang diinginkan. Harus ada garis demarkasi yang tegas, antara kebutuhan dan keinginan. Bahkan keinginan harus ditunda dengan memprioritaskan kebutuhan,” ujar LaNyalla dalam
Forum Bisnis Sesi I, Munas HIPMI XVII di Hotel Alila, Solo, Senin (21/11/2022).
Jurus kedua, lanjut LaNyalla,
mengutamakan kepentingan nasional atau national interest sebagai prioritas kebijakan. Caranya adalah dengan memperkuat keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki ini pendukung.
Sebab menurutnya kepentingan nasional suatu negara, terutama dalam konteks ekonomi adalah di atas segala-galanya. Itulah mengapa dalam norma hukum internasional, kedaulatan negara, termasuk dalam konteks ekonomi, dapat dijalankan secara bebas sesuai kepentingan negara tersebut, selama tidak melanggar kedaulatan negara lain.
“Meskipun negara-negara barat yang mengusung ide globalisasi melalui kebebasan pasar, faktanya juga melakukan embargo dan proteksi atas komoditas tertentu. Itu artinya national interest di atas segalanya,” ucap Mantan Ketua KADIN Jawa Timur tersebut.
Langkah ketiga hadapi resesi yaitu dengan mengubah paradigma sistem ekonomi dengan kembali ke konsepsi dasar Sistem Ekonomi Pancasila. Dimana pada hakikatnya, negara berkuasa penuh atas bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Termasuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak.
“Ekonomi Indonesia harus dijalankan dengan oleh tiga pilar utama, koperasi atau usaha rakyat, perusahaan negara dan swasta, baik swasta nasional maupun asing dengan pembagian tegas, antara wilayah public goods, yang mutlak harus dikuasai negara, dan wilayah commercial goods untuk swasta, serta irisan di antara keduanya yang menggabungkan kerja bersama,” paparnya.
Ketiga elemen itu, lanjutnya, melakukan proses usaha bersama yang sering disebut sebagai Public, Private, People dan Partnership. Rakyat harus berada dalam posisi sebagai bagian dari pemilik kedaulatan atas wilayah, termasuk sumber daya di daerahnya. Sehingga keterlibatan rakyat itu mutlak dan wajib jika kita membaca konsep ekonomi usaha bersama yang dirumuskan para pendiri Indonesia.
“Konsep inilah yang tertuang dalam Pasal 33 naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945 beserta Penjelasannya. Sebelum dilakukan Amandemen Konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam,” tuturnya.
Namun setelah Amandemen, dengan penambahan ayat di Pasal 33, membuat sistem ekonomi Indonesia berubah menjadi sistem ekonomi liberal kapitalistik. Mekanisme ekonomi diserahkan kepada mekanisme pasar sehingga semakin memperkaya orang per orang pemilik modal, termasuk modal asing.
“Negara hanya menjadi “host” untuk menawarkan kepada siapapun investor yang akan membangun di Indonesia. Negara hanya menjadi pemberi Ijin Konsesi tambang dan Ijin penggunaan lahan. Intinya kekayaan alam Indonesia semakin dikuras oleh Oligarki Ekonomi, yang berkolaborasi dengan Asing,” tukas dia.
Hal-hal itulah, menurut LaNyalla, yang membuat APBN Indonesia selalu minus dan harus ditutup dengan utang luar negeri yang bunganya sangat tinggi.
“Saat APBN minus, kewajiban negara dalam memberi subsidi bisa dicabut dengan alasan beban APBN yang tidak mampu lagi membiayai,” katanya.
Karena itulah dirinya selalu berbicara tentang Peta Jalan untuk kembali menjadi bangsa yang berdaulat, berdikari dan mandiri. Dengan cara membaca dan menerapkan kembali rumusan yang digagas para pendiri bangsa Indonesia.
“Saya berharap, HIPMI, yang dihuni kader-kader pengusaha Bumiputera untuk membaca kembali pikiran-pikiran para pendiri bangsa kita,” tuturnya.
Selain LaNyalla, narasumber dalam forum bertema “Indonesia di Tengah Tekanan Resesi dan Perubahan Landskap Politik dan Keamanan Global” itu Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Ketua DPR RI Puan Maharani dan Walikota Surakarta Gibran Rakabuming Raka.
Selain LaNyalla, narasumber dalam forum bertema “Indonesia di Tengah Tekanan Resesi dan Perubahan Landskap Politik dan Keamanan Global” itu Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Ketua DPR RI Puan Maharani, Kabaintelkam Komjen Ahmad Dofiri dan Walikota Surakarta Gibran Rakabuming Raka.
Hadir juga Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dan Ketua Umum KADIN Arsjad Rasyid.(lies)