Minahasa, Triknews.co
Komite IV DPD RI melaksanakan kegiatan kunjungan kerja dalam rangka pengawasan atas Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2021 tentang APBN TA 2022. Pengawasan APBN kali ini difokuskan pada penyaluran dana desa. Novita Anakotta, senator asal Maluku dalam sambutannya pada 21/11/22 menyampaikan berbagai permasalahan terkait dana desa. “Dana Desa pada dasarnya merupakan hak yang dimiliki oleh desa, namun dalam implementasinya, beberapa aturan mengenai dana desa justru memberi batasan-batasan dan mengikat bagi desa dalam penggunaan dana desa, hal ini banyak kami temui dalam kegiatan serap aspirasi masyarakat” kata Novita. Novita juga menambahkan bahwa Desa lebih mengetahui kondisi desanya masing-masing, Mereka lebih memahami apa yang dibutuhkan desa dan masyarakatnya. “Sudah seharusnya bahwa pengelolaan dan pemanfaatan dana desa diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah desa” sambung Novita.
Drs. Riviva Maringka, Asisten 1 Bupati Minahasa mewakili Bupati Royke Oktavian Roring dalam sambutannya menyampaikan berbagai permasalahan mengenai dana desa yang dihadapi oleh Pemkab Minahasa. “Optimalisasi dana desa mengalami beberapa hambatan diantaranya adanya pergantian kepala desa atau hukum tua di tengah-tengah anggaran, sehingga diperlukan pelatihan dan penguatan untuk hukum tua yang baru dipilih, serta Sebagian besar SDM aparatur desa belum cukup berkompeten khususnya mengenai perpajakan” ungkap Riviva Maringka. Menyikapi ketentuan BLT desa 40%, Riviva menyampaikan bahwa hal ini sulit diterapkan di beberapa desa di Minahasa mengingat penduduknya yang kecil. “Ada 12 desa yang tidak bisa memenuhi ketentuan 40% BLT Dana Desa dikarenakan jumlah penduduknya yang terlalu kecil” kata Riviva. “Hal lain yang menjadi permasalahan terkait dengan dana desa adalah tidak adanya dana untuk pendampingan dalam mengawal dana desa serta indikator kinerja yang ditetapkan pemerintah pusat tidak sesuai dengan kondisi desa”.
“Banyak faktor yang menyebabkan terhambatnya penyaluran dana desa, ungkap Beligan Sembiring, Kepala perwakilan BPKP Sulut. “Hambatan pencairan dana desa banyak disebabkan oleh Permintaan penyaluran di last minute, dimana hal ini berpotensi gagal salur karena lewat batas penyaluran”. Masalah lain mengenai dana desa adalah mengenai Pelaporan yang tidak segera direkam di Online monitoring sistem perbendaharaan Anggaran negara (OM SPAN), lalu Kegiatan yang tidak selaras dengan dokumen perencanaan yang telah dibuat, juga RAB yang tidak sesuai kebutuhan Desa, bahkan beberapa desa yang tidak menyususn RPJMDes”, tambah Sembiring.
Kepala Kanwil DJPb Sulut, Ratih Hapsari Kusumawardani membenarkan apa yang disampaikan Komite IV bahwasanya aturan mengenai penggunaan dana desa memang bersifat mandatory. “Pengelolaan dana desa telah diatur dari pusat sebagaimana diatur dalam PMK 128/2022 tentang perubahan atas PMK 190/2021 tentang pengelolaan dana desa, dan ini memang sering menjadi pertanyaan di daerah”, kata Ratih. “Namun demikian PMK 128 telah memungkinkan jika BLT 40% belum bisa terealisasi, maka selisih dananya bisa disalurkan kembali untuk kegiatan penanganan kemiskinan ekstrem, kegiatan penanganan stunting, kegiatan bidang ketahanan pangan dan hewani serta kegiatan prioritas lainnya” jelas Ratih dalam paparannya.
Perwakilan Camat dan Kepala Desa/hukum tua yang hadir juga menyampaikan permasalahannya mengenai dana desa. “Desa kami mengalami masalah jaringan (internet), ini menyebabkan kesulitan bagi kami untuk bisa mengupdate, mendownload info-info dari pusat, juga menghambat proses pelaporan, ungkap salah satu Kades yang hadir. “Kami tidak mempunyai kantor desa, dan setiap kali membuat perencanaan, kami selalu memasukan pembangunan kantor desa, tapi dana desa tidak boleh untuk membangun kantor desa, semua penggunaan dana desa harus sesuai ketentuan dari pusat” tambah Kepala desa lainnya.
Eni Sumarni, Senator Jawa Barat mempertanyakan mengenai ketidaksinkronan RPJMDes dengan RPJMD kabupaten. “Apa kendalanya, sehingga ada ketidaksinkronan RPJMDes dengan RPJMD ini, sehingga rencana pembangunan dan pelaksanaan pembangunan desa menjadi tidak sinkron? Apa sebabnya, gali Eni.
Menanggapi pertanyaan anggota Komite IV tersebut, Asisten 1 Kabupaten Minahasa, menjelaskan bahwa bukan dari sisi tidak sinkron, tapi adanya keterbatasan bottom up. “Ada keinginan untuk membangun non fisik/fisik di desa, namun harus disesuaikan dengan visi misi yg dimiliki kabupaten, dan untuk memadukan hal tersebut harus ada pendanaan yang sesuai, intinya harus mensinkronkan RPJMDes dan RPJMD disesuaikan dengan visi misi Kabupaten”jelas Riviva. “Kami ada 25 kecamatan dengan 227 desa, sehingga sulit untuk memadukan dan mensinkronkan semuanya, tambahnya.
Menutup acara rapat keja, Wakil Ketua Komite IV, Novita Anakotta menekankan bahwa Komite IV terus berjuang untuk kepentingan-kepentingan daerah. “Perjuangan komite IV terkait dana desa adalah mewujudkan otonomi dana desa, sehingga desa dapat memiliki kewenangan untuk mengelola Dana Desa secara mandiri sesuai dengan kebutuhan desa masing-masing dan Dana Desa harus digunakan secara bertanggungjawab, transparan dan akuntabel” tutup Novita. (Lies)