Medan – Meski berada di balik jeruji besi, masing-masing Warga Binaan Pemasyarakatan masih memiliki hak untuk mendapatkan pemenuhan HAM dari pemerintah, terlebih khusus bagi para penyandang disabilitas. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang mewajibkan seluruh Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan untuk membentuk Unit Layanan Disabilitas di Satuan Kerja masing-masing.
“Sebagai bentuk upaya dan komitmen Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalam pemenuhan HAM secara substantif dan berkeadilan, maka telah dikeluarkan Surat Edaran tentang pembentukan Unit Layanan Disabilitas di UPT Pemasyarakatan pada September 2020 lalu”, ujar Erwedi Supriyatno, Kepala Divisi Pemasyarakatan, dalam sambutannya pada kegiatan Penguatan Unit Layanan Disabilitas di UPT Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara pagi hari ini, Selasa (15/11/2022).
Pembentukan Unit Layanan Disabilitas tersebut menjadi perwujudan masyarakat madani di dalam pemasyarakatan Indonesia serta upaya Kementerian Hukum dan HAM dalam mengayomi para Warga Binaan Pemasyarakatan. Semua ini tentunya harus dimulai dengan perubahan perspektif para petugas pemasyarakatan terhadap para penyandang disabilitas dari paradigma “penyandang cacat” kepada paradigma “penyandang disabilitas”.
“Saat ini kita harus mengubah perspektif penyandang disabilitas yang sebelumnya hanya dilihat dari perspektif medisnya saja dan mengubah etika kita saat berinteraksi dengan para penyandang disabilitas sesuai dengan kebutuhan masing-masing Warga Binaan Pemasyarakatan”, jelas Koordinator Kesehatan Dasar, Penyuluhan, dan Evaluasi Direktorat Kesehatan Perawatan dan Rehabilitasi Kementerian Hukum dan HAM, Pahrudin Saputra.
Dua kebutuhan para petugas pemasyarakatan untuk merubah perspektif dan etika terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan Penyandang Disabilitas tersebut disediakan pada kegiatan kali ini. Sebagaimana disampaikan oleh Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, Despan Heryansyah, bahwa terdapat tiga hal yang menjadi fokus rangkaian kegiatan hari ini, yaitu mengubah paradigma penyandang disabilitas dari penyandang cacat, etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas, serta sarana dan prasarana untuk penyandang disabilitas.
“UII telah mengadvokasi pengembangan Sistem Database Pemasyarakatan untuk mendata penyandang disabilitas di seluruh UPT Pemasyarakatan di Indonesia. Di tahun 2021 kemarin fitur disabilitas tersebut telah dikembangkan, dan di tahun 2021 sampai 2023 ini kami akan melakukan sosialisasi fitur-fitur yang ada dan bagaimana cara penggunaannya”, tambah Despan.
Erwedi sendiri berharap seluruh ilmu baru yang diterima pada kegiatan ini dapat diimplementasikan dengan baik dan disampaikan kepada petugas pemasyarakatan lain demi menyukseskan pemenuhan HAM di lingkungan Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara.
“Diharapkan agar kegiatan kali ini bermanfaat bagi rekan-rekan yang hadir dan dapat diimplementasikan langsung di masing-masing satuan kerja agar pelaksanaan Unit Layanan Disabilitas dapat berjalan dengan sukses di tahun 2023 mendatang”, tutupnya.
Kegiatan kemudian dilanjut dengan pemaparan materi oleh para narasumber. Turut hadir pada kegiatan kali ini Kepala Bidang HAM, Flora Nainggolan, Kepala Bidang Pelayanan Tahanan, Kesehatan, Rehabilitasi, Pengelolaan Benda Sitaan, Barang Rampasan Negara, dan Keamanan, Kriston Napitupulu, dan perwakilan UPT Pemasyarakatan Medan sekitar di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara. (DM)