BerandaBINTANG KEHIDUPANBiografi Bintang Hasugian Sumber Inspiratif Dan Ladang Berkat

Biografi Bintang Hasugian Sumber Inspiratif Dan Ladang Berkat

Author

Date

Category

Menutup hari-hari di bulan Oktober; dari Bintang untuk semua.
“Setiap kali peranjat kejam itu datang, darahku lekas tersedot menuju titik yang membuat tubuhku mengejang, menyengat seluruh saraf di pembuluh nadi hingga sendi-sendi tubuhku terasa remuk. Sesak, napasku tercekat hingga bibirku membiru. Hanya dalam beberapa detik peranjat itu menghabisi tubuhku dengan membabi-buta. Tanpa ampun, di waktu yang tak pernah kuduga, berkali-kali, tidak terprediksi, itu datang tanpa memberiku sedikit pun waktu untuk bersiap. Tubuhku terkulai lemas tidak ada energi tersisa setiap kali peranjat itu puas menyiksa.”
~ Bintang Hasugian.
Delapan tahun hidupku kuhabiskan hanya untuk terbaring, begitulah mungkin yang setiap orang pikirkan tentangku semasa hidupku. Aku tidak marah dengan itu, aku mengerti manusia berpikir berdasar apa yang mereka lihat. Namun, dariku banyak hal yang lebih dari itu yang sayangnya mereka tidak lihat dan tidak rasakan. Juga, bukan sesuatu yang kutuntut untuk semua orang tahu dan rasakan tentang menjadi diriku. Bahkan Ayahku, Ibuku, Abang-abangku dan Kakakku pun belum tentu tahu seperti apa yang aku lalui dan rasakan sendirian, karena itu adalah rahasiaku dengan Tuhan.
21 Mei 2014, aku lahir dari rahim wanita yang Tuhan Yesus berkati untuk melindungiku. Tuhan telah berbicara padaku bahwa Tuhan telah memilih wanita ini untuk merawatku hingga sampai pada waktu Tuhan memintaku untuk kembali. Dan Ayahku, adalah seorang hamba yang setia, seseorang yang akan selalu Tuhan pimpin untuk memahami akan hadirnya diriku, begitu kata Tuhan kepadaku. Jadi, aku tidak perlu khawatir, karena Tuhan telah memilih siapa orang-orang yang akan berdiri di sekitarku ketika aku akan terlahir.
Aku tidak kuat berdiri, tidak mampu berjalan, duduk, mengangkat kepala, berbicara, mengunyah, bahkan terlalu lemah untuk sekedar tengkurap dan terlentang. Ya, hanya mampu berbaring saja. Begitulah aku menghadapi dunia. Apakah aku bisa melihat? Apakah aku bisa mendengar? Apakah aku berpikir? Tanya hati Ibuku, Ayahku, Abang-abangku, Kakakku, dan semua keluarga yang menyayangiku, bahkan setiap orang yang melihat keadaanku.
Pikirmu pasti bagaimana bisa aku menjalani hidupku yang singkat ini dengan cara seperti itu. Sepanjang hidupku aku bahagia bersama Ayah dan Ibuku, Abang-abangku dan Kakakku. Aku adalah Bintang si bungsu dari kelima Bintang. Bagaimana masing-masing dari mereka merawatku dengan cinta hingga waktu yang tak mereka sangka-sangka yaitu saat Tuhan menarik tanganku kembali ke dalam pelukan-Nya. Biar aku ceritakan betapa aku bertumbuh penuh kasih sayang di tengah-tengah mereka hingga terakhir kali napas kecilku kuhembuskan.
Ayahku, yang memberi namaku bahkan sebelum aku lahir. Bagi Ayah aku adalah anugerah terbesar yang Tuhan berikan di dalam hidupnya. Seperti Bintang jatuh yang ia lihat malam itu sepulang ibadah, semasa aku dikandung Ibu. Cepat, bercahaya dan indah. Di matanya, persis seperti itulah caraku hadir dan berada di tengah-tengah keluargaku. Ayah yang paling tegar, ia selalu yang paling sadar bahwa Tuhan lebih besar dari segalanya, pemilik segalanya, pemilik Bintang, hingga ia patuh kepada Tuhan ketika Tuhan memerintahkannya untuk menyerahkan diriku. Hatinya hancur tapi Tuhan memintanya untuk tetap selalu teguh dan bersyukur. Bintangnya, Putra kecilnya, ia serahkan kepada Tuhan dengan segenap hati dan kepercayaan penuh kepada Tuhan Yesus. Ayah, Bintang sangat bangga padamu. Panjang umurlah dan bahagia di hari tuamu bersama Ibu. Bintang sangat senang, di sini bersama Tuhan Yesus dan anak-anak lain. Bintang tahu Ayah pasti kuat, tidak bersedih, karena pikiran Ayah yang paling teguh dan menerima bahwa Bintang kini bersama Tuhan di tempat kebahagiaan yang tidak terpikirkan oleh manusia mana pun.
Ibuku, cintanya yang paling nyata untukku. Melindungi dan merawatku apapun yang terjadi. Ibu terbangun tiga kali di malam hari untuk memberiku minum susu dan makan roti setiap malam. Ibu tidak pernah terlambat memasak makananku setiap fajar tiba meski di malam hari selalu bergadang menjagaku. Ibu memandikanku setiap hari, menyuapiku makan tiga kali sehari, dan memberiku minum susu dua kali di siang dan sore hari. Ibu menyuapiku buah-buahan, ibu menyuapiku madu, ibu menyuapiku telur ayam kampung bercampur susu, ibu menyuapiku obat dan melumuri badanku dengan param ketika aku demam, juga ibu yang menempelkan daun sirih dan minyak di perutku setiap kali aku masuk angin. Ibu menggendongku ketika aku cengeng, ibu yang menggantikan popokku, ibu yang selalu ada di sisiku, ibu mengorbankan banyak waktu untukku bahkan tak bisa menghadiri banyak hal dan acara karena harus selalu menjagaku.
Semua itu hanya bagian kecil dari bagaimana semasa hidupku Ibu merawatku. Ibu, hidup Bintang di dunia terawat dengan baik karena ibu. Tak terkatakan kebaikan Tuhan Yesus telah memilih Ibu menjadi Ibuku. Mamak intang, paling intang cintai sampai intang menghembuskan napas terakhir di bumi. Cinta mamak untuk intang adalah hal pertama yang Intang ceritakan pada Tuhan saat sampai di surga. Ibu, panjang umurlah dan bahagia selalu hingga di hari tuamu bersama ayah. Putra kecilmu sudah di sini bersama Tuhan Yesus pencipta alam semesta. Tidak ada hal yang perlu ibu khawatirkan dariku. Karena bersama Tuhan Yesus adalah tempat yang paling senang.
Aku adalah Bintang, si bungsu dari lima bersaudara. Anak kecil manakah yang memiliki 4 pengawal? Pula semuanya adalah Bintang. Bintang pertama, abang delyku, abangku sulung yang paling sering berada dirantau namun hatinya selalu tetap mencariku walau jarak kami berjauhan. Intang sayangg abang dely. Bintang kedua, abang duahku, abangku yang paling selalu dekat denganku, menyayangiku dengan segala sesuatu yang ia miliki. Jika bisa, napasnya pun ingin ia berikan untukku. Terima kasih abang duahku, Intang sangatt menyayangimu. Bintang ketiga, abang dioku, yang selalu paling peduli dengan ketersediaan lauk ikan yang Ibu masakkan untukku. Ia yang paling lucu ketika sedang bermain menghiburku. Aku sayang abangg dioku. Bintang keempat, akak ichaku, kakak perempuanku satu-satunya adalah Ibu versi kedua bagiku. Sejak kecil, ia yang memberi panggilan ‘Intangeo’ untukku, artinya ‘Intang Sarangheo’. Tapi ia paling sensitif jika ada orang yang memandang rendah diriku. Aku sangat menyayanginya.
Aku si bungsu, tapi semasa hidupku Abang-abangku dan Kakakku selalu memperlakukanku seperti layaknya Bos. Aku tidak bisa berbicara, tapi mereka menciptakan momen seperti aku sedang berbicara bersama mereka. Aku tidak bisa apa-apa, tapi mereka selalu menciptakan momen seperti aku yang memegang kekuasaan tertinggi atas hal-hal apapun dalam persaudaraan kami. Aku merasakan kasih sayang mereka di level yang aku rasa mungkin orang lain tidak paham jika melihat. Terkadang aku bertanya-tanya apakah itu bagian dari bentuk keputus-asaan mereka dengan realita keadaanku. Namun yang aku tahu semuanya itu mereka lakukan karena cinta yang mereka punya untukku.
Selama hidupku, aku menanggung banyak hal yang anak-anak seusiaku tidak pernah rasakan. Aku sering dihadang peranjat, entah apa itu orang-orang sebut tapi aku menyebutnya peranjat, karena setiap kali itu datang aku benar-benar diperanjat dalam kesakitan. Aku dengar orang menyebutnya step, yang lain ada yang menyebutnya ayan. Apapun itu, sakit yang kurasa paling mengerikan adalah ketika setiap kali peranjat itu datang. Di dalam dada aku juga sering merasa sesak tanpa bisa kukendalikan. Juga cairan yang tak pernah habis berkumpul di dalam tenggorokanku. Pilek tahunan dan panas demam yang melanda tubuhku jika terkena angin luar hanya beberapa menit atau setitik hujan saja.
Sejak kecil aku sering dibawa ke dokter paling tidak sekali dalam sebulan. Aku dibawa ayah dan ibu berobat ke berbagai tempat. Berobat medis, kampung, herbal, medis semi herbal, dan sebagainya semuanya dilakukan agar aku menjadi lebih sehat. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih untuk Bapak Intang dan Mamak Intang, selalu penuh usaha dan berjuang untuk Intang. Tak ada ukiran kata yang bisa menggambarkan rasa sayang Bintang pada Bapak dan Mamak, tapi Tuhan sangat menyayangiku sehingga Ia menarikku ke dalam pangkuan hangatnya.
Aku Bintang. Kepergianku janganlah menjadi sekedar duka dan kasihani. Untuk setiap orang yang semasa hidupku melontarkan kata dan tatapan kasihan, prihatin maupun iba, lihat hatiku bukanlah itu yang aku harapkan. Kiranya daripada memberi rasa empati sesaat yang tidak menghasilkan apa-apa, pernah kah kau mencoba melihat ke dalam dirimu sendiri dan bertanya, “apa yang sudah kulakukan untuk hidupku, untuk orang-orang di sekitarku?” Dengan kesempurnaan fisik yang kau miliki, kaki yang bisa berdiri, berjalan, mulut yang bisa berbicara, serta tangan dan fungsi seluruh tubuh yang aktif, apakah yang telah kau berikan? Apakah itu sudah lebih dari apa yang bisa Bintang kecil yang disebut anak disabilitas ini lakukan?
Poin yang aku ingin sampaikan adalah: berhentilah menilai kehadiranku sebatas suatu keprihatinan. Sekarang aku sudah bahagia bersama Tuhan Yesus. Belajarlah dan temukan makna baik dari ketidaksempurnaanku. Ketika aku menanggung semua kekurangan itu, lalu ada orang yang; menemukan makna baik dari kekuranganku; memandang ketidaksempurnaanku dengan cara yang berbeda; memotivasi bahkan mengubah pemikiran hidup orang yang melihat menjadi lebih baik; merasa diingatkan untuk terus bersyukur atas apapun pemberian Tuhan; serta merasa diingatkan untuk saling mengasihi; di situlah letak berkat yang dapat kubagikan bagi orang-orang di sekitarku selama aku hidup. Itulah yang dikehendaki Tuhan dariku untuk orang-orang di sekelilingku. Bahwa kehadiranku adalah berkat dan kekuatan, bukan sebuah kelemahan. Pandanglah aku dengan cara yang Tuhan ingin caramu memandangku, agar apa yang menjadi kekuranganku dapat menjadi berkat untukmu.
Terima kasih untuk semua orang yang telah menyayangiku semasa hidupku. Untuk orang-orang yang peduli dengan keadaanku, yang melontarkan berbagai kata harapan demi kesembuhanku. Aku tak bisa memberikan apa-apa, biarkan berkat Tuhan yang mengalir bagi kalian.
Teruntuk ayahku, Ibuku, Abang-abangku dan Kakakku, terima kasih telah begitu sangatt mencintaiku. Bintang sangat bersyukur atas berkat Tuhan untuk Bintang sehingga dilahirkan di tengah-tengah kalian. Jangan pernah berpikir Bintang itu sendirian. Bintang sekarang tidak seperti yang kalian lihat di rumah. Di sini Bintang sehat, Bintang bisa melakukan apapun yang Bintang mau. Bintang bersama Tuhan Yesus sekarang, apa lagi yang lebih hebat dari itu? Tak ada. Meragukan ataupun mengkhawatirkan keadaanku ketika kalian sendiri pun tahu bahwa aku telah dan sedang bersama Tuhan Yesus di surga, adalah lebih buruk daripada pemikiran orang yang sama sekali tidak mengenal Yesus. Jadi, Ayahku tersayang, Ibuku tercinta, Abang-abangku, dan kakakku, teruslah berjalan, terus lanjutkan melangkah dan tak lupa untuk selalu berbuat baik pada semua orang. Hanya dagingku yang pergi ke tanah, tapi aku, Bintang Hasugian ada di hati kalian, aku akan tetap menjadi bagian dari keluarga kita selamanya.
Ingatlah meskipun Bintang kelima pergi, aku adalah Bintang yang asli. Seperti matahari, Bintang yang asli menghasilkan cahayanya sendiri. Empat Bintang yang tersisa saling memantulkan cahaya untuk bersinar, berkumpul dinaungi oleh Ayah dan Ibu bagaikan kekuatan gravitasi. Hanya Bintang yang asli, yang kembali ke langit untuk memancarkan sinar dan menghias angkasa.
Bintang Hasugian
8 Tahun.
Penulis : Elisabet Hasugian, S.Psi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Linda Barbara

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vestibulum imperdiet massa at dignissim gravida. Vivamus vestibulum odio eget eros accumsan, ut dignissim sapien gravida. Vivamus eu sem vitae dui.

Recent comments

- Advertisement -spot_img