Jakarta, Triknews.co-Acara silaturrachmi warga penghayat kepercayaan dengan pengurus Konfrensi Waligereja Indonesia (KWI) pada 6 September 2022 diterima oleh Romo Heri Wibowo, selaku Sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Kknfrensi Waligereja Indonesia (HAK KWI) di Sekretariat KWI, Jl. Cikini II Jakarta Pusat.
Dialog seputar keberadaan dari penghayat kepercayaan di Indonesia mendapat dukungan penuh dari KWI untuk diakui keberadaannya sebagai kepercayaan asli suku bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai kebijakan lokal yang perlu dijaga bersama.
Mantan Ketua Komisi Keadilan Perdamaian (KKP) Keuskupan Agung Jakarta bersama jajaran dan stafnya. Dan sejumlah perwakilan warga penghayat kepercayaan yang hadir dipandu oleh Eko Sriyanto Gangendu, Selaku Ketua Umum GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) yang juga menjabat Ketua Umum Lembaga Penghayat Kepercayaan bersama Sekretaris Jendral, YM. Sri Lalu Gde Pharma.
Organisasi Penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Naha Esa di Indonesia sangat banyak jumlahnya yang hidup serta terpelihara baik dalam beragam komunitas suku bangsa Indonesia yang ada. Diantara sejumlah organisasi penghayat kepercayaan yang hidup nyaman di tengah komunitas suku bangsa Indonesia ini, sebagian diantaranya telah bergabung dalam Majelis Luhur Penghayat Indonesia.
Acara silaturrahmi yang berlangsungdalam suasana santai ini dilakukan sambil minum kopi hingga berakhir dengan acara makan siang bersama.
Dari KWI hadir juga Theresia, Linda, dan Edi. Sementara Eko Sriyanto Galgendu mengawali kisahnya bersama Gus Dur yang berpesan untuk menyatukan agama langit dan agama bumi. Artinya, bisa saja dipahami dengan pengertian batiniah dan lahiriyah, kata berkusah dalam gaya seloroh yang menurunkan gaya khas dari Gus Dur.
Begitulah ikhwal ceritanya Eko Sriyanto Galgendu merasa terpanggil secara spiritual pada tahun 1998 hingga berlanjut sampai sekarang dan mau mewakafkan diri bekerja untuk merukunkan ikatan kemanusiaan dalam forum lintas agama, tidak kecuali bagi penghayat kepercayaan yang ada di Indonesia.
Hadir diantaranya Gingin Ginanjar Pembina komunitas penghayat kepercayaan yang ada di Jawa Barat sekitarnya. Juga Kincoko dari Ajisaka, dan Ustad KH. Ahmad Ghufron Sembara dan Romo Astono dari Parisada Hindu Indonesia serta Dewi Kanti dari Komunitas Sund Wiwitan yang mensupport penuh terhadap keberadaan penghayat kepercayaan di Indonesia untuk dikukuhkan oleh pemerintah.
Sedangkan Engkys Ruswana yang juga hadir menegaskan perlunya upaya bersama seluruh elemen masyarakat ikut memperjuangkan bagi penghayat kepercayaan yang ada dalam komunitas masyarakat, agar tidak dipinggirkan dari tatanan sosial, termasuk oleh pemerintah.
Dilema bagi warga masyarakat untuk memahami penghayat kepercayaan, acap dilihat dari bilik budaya, sehingga tidak diposisikan sebagai suatu kepercayaan penuntun hidup dan kehidupan dalam arti luas.
Akibatnya dengan perlakuan seperti itu — ditilik sebagai bagian dari budaya lokal — maka pemahaman terhadap kepercayaan yang khas lokal tersebut berhenti dalam sekat budaya semata, bukan suatu kepercayaan yang dihadapi secara turun temurun dalam masyarakat lokal yang sangat banyak jumlahnya di negeri kita.
Dan nilai-nilai kepercayaan yang lokal tersebut memiliki kekayaan mosaik yang luhur hingga patut dan perlu dijaga untuk menjadi bagian dari warisan para leluhur bagi generasi penerus bangsa.
Karena itu, menurut Ustad Ghufron Sembara, pemahaman terhadap penghayat kepercayaan tidak perlu disebut sebagai keyakinan. Sehingga istilah itu tidak akan dibenturkan pada umat dari agama yang ada.
Atas dasar itulah, Eko Sriyanto Galgendu, selaku penggiat Forum Lintas Agama yang merupakan amanah dari Gus Dus merasa perlu dan patut memfasilitasi segenap upaya untuk merekatkan kerukunan sesama umat beragama di Indonesia, hingga masalah yang tak habis merundung agama dan umat beragama di Indonesia dapat segera dihentikan. Karena dalam masyarakat penghayat kepercayaan akan senantiasa menghargai sejarah, trah para leluhur dan nilai-nilai kebajikan yang merupakan gendut lokal setempat.
Setidaknya dengan memahami dan mendalami sejarah dan trah para leluhur kita itu, kata Eko Sriyanto Galgendu, maka kebesaran para leluhur kita pada masa lampau itu sungguh dakhsyat dan luar biasa. Seperti kepercayaan Mahapahit yang mampu menguasai empat benua. Atau pun nilai atau tingkat kesejahteraan rakyat pada masa itu bisa mendapat penghasilan 40 juta per bulan.
Demikian juga sejarah dan trah dari Sriwijaya yang pernah menjadi penguasa yang sangat perkasa di laut, misalnya hanya mungkin bisa dipahami dengan cara melakukan penghayatan yang intens dan mendalam secara spiritual lewat masa silam para leluhur suku bangsa nusantara yang pernah berjaya.
Hasil dari silaturrahmi dan dialog sejumlah elemen penghayat kepercayaan bersama KWI juga menyepakati untuk melakukan pagelaran budaya yang bernuansa budaya dan keoercayaan masyarakat lokal dari berbagai daerah dalam waktu dekat, tandas Eko Sriyanto Galgendu sebelum acara dialog ditutup dengan doa bersama yang dipimpin langsung oleh Romo Heri Wibowo menjang sholat azar.(Jacob Ereste)