Medan, (TrikNews.co) – Orang tua murid bernama Swa Ika mendatangi Sekolah Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA), pada Sabtu (11/12/21) karena merasa kecewa dan tidak puas atas perlakuan dan statement pihak pengajar dan Kepala Sekolah terhadap anaknya.
Swa Ika kecewa dengan pernyataan sikap Oknum Kepala Sekolah YPSA yang mengatakan kalau tidak mau tatap muka 3x seminggu, silahkan tarik anak Bapak dari YPSA. Padahal sudah setuju dan hanya mempertanyakan sampai kapan bisa tatap muka setiap hari. Dan diartikan sebagai tidak mau mengikuti aturan sekolah. Pernyataan ini menyinggung dan menusuk perasaan.
Hal itu disampaikan Swa Ika kepada beberapa awak media di halaman Sekolah Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA), Sabtu (11/121) siang.
Kejadian tersebut bermula ketika dampak pandemi yang menyebabkan anak Swa Ika yang berusia 4 Tahun yang sudah terlanjur mendaftar Play group di YPSA tidak dapat masuk sekolah.
Seiring dengan bertambahnya usia, Swa Ika upgrade ke kelas TK. Beberapa waktu kemudian, kegiatan belajar baru bisa diselenggarakan dengan cara daring melalui aplikasi zoom. Namun tidak semua anak seusia TK dapat memahami dan mengikuti zoom dengan tertib meskipun sudah didampingi.
“Ketidak hadiran KSAD (anak Swa Ika) dalam zoom untuk waktu yang cukup lama tidak pernah dipertanyakan oleh guru atau wali kelas (lepas dari pantauan)” ujar Swa Ika.
Karena tidak ada solusi dari sekolah, Swa Ika meminta bertemu dengan pihak Yayasan yang pada saat itu diwakili oleh pak Rudi Sumartono dari Bagian Humas, dan atas kesepakatan dan izin yang di berikan oleh Bapak Rudi Sumartono dari pihak Humas, akhirnya KSAD di izinkan untuk hadir setiap hari di sekolah dengan maksud mengejar ketertinggalan pelajaran saat tidak bisa ikut zoom.
Seiring berjalannya waktu, Swa Ika sebagai orang tua dari KSAD keberatan dengan tindakan wali kelas yang tidak profesional dalam menyampaikan laporan setiap ada kejadian di sekolah.
“Seandainya anak saya jahil ataupun hiper aktif, namanya anak usia 4 tahun, masih aktifnya bermain, masih Balita, dan mereka kan juga harusnya profesional sebagai tenaga pendidik, bukan setiap tindakan anak di laporkan ke saya dengan bahasa hiperbolic tanpa disaring yang pada akhirnya menjadi bahan ghibah orang tua murid yang lain, kan ini berdampak kepada psikologis dan mental anak saya”, ucap swa ika.
Menurut Swa Ika bahwa kejadian-kejadian yang terjadi di sekolah hanyalah hal yang biasa, karena anaknya masih berumur sekitar 4 tahun
“Sedari awal saya pilih Sekolah Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA) karena nuansa keagamaan, karena saya ingin anak saya ini di didik akhlak ilmunya, kepribadian nya, maupun karakternya secara keagamaan”, jelasnya.
Buntut dari kejadian ini saya dipanggil pihak sekolah, tetapi cara penyampaian Psikolog sekolah kepada kami lebih bersifat introgatif dan bukannya pendekatan konsultatif seolah-olah anak saya salah.
Swa Ika pun meminta kepada sekolah untuk mengembalikan dana yang sudah dibayarkan ke pihak YPSA, karena Swa Ika sudah merasa diusir, dalam hal ini bukan mereka yang menarik diri dari YPSA.
Swa Ika juga menambahkan dirinya merasa terkejut, ketika menjemput anaknya dari sekolah, dimana Swa Ika mendapat laporan dari pengasuh anaknya bahwa KSAD tidak diperbolehkan masuk kelas, dan harus menunggu di luar atau didalam ruangan tertentu. Padahal surat pengajuan pengembalian dana belum disampaikan dan dananya juga belum dikembalikan.
Dengan kejadian tersebut Swa Ika akan kembali lagi hari Senin, Tanggal 13 Desember 2021, namun kedatangannya nanti untuk memberikan surat kepada Pembina dan Ketua YPSA, karena Swa Ika yakin bahwa pernyataan dari Kepala sekolah tidak sejalan dan sepengetahuan pihak pembina maupun Ketua Yayasan.
Terpisah dikesempatan yang sama, beberapa awak media melakukan wawancara kepada pihak Yayasan terkait hal tersebut dan diterima langsung Kepala Sekolah Ade Muthia Nainggolan, S.Pd, didampingi bagian humas, Rudi Sumarto dan Wakil kepala sekolah serta lainnya memberikan penjelasan bahwa, Pihak Yayasan Sekolah memanggil orang tua KSAD karena anaknya melakukan pemukulan dengan teman-temannya, bukan hanya teman yang satu mungkin ada beberapa teman lain yang melakukan pembalasan tapi ini anaknya diam dan kebutuhan khusus yang tidak pernah mengganggu teman.
Kepala Sekolah, Ade Muthia Nainggolan membenarkan bahwa kalau Bapak tidak bisa mengikuti peraturan kita, silakan tarik anak bapak.
Ade Muthia Nainggolan juga merasa kaget ketika orang tua yang sudah tidak mau diajak kerja sama, namun pagi-pagi sudah datang ke sekolah.
“Anaknya saya ajak konsultasi ke psikolog, saya ajak jalan-jalan ke Raz Garden dan ngasi makan ikan di kebun”, tutup Ade. (DM)