BerandaEducationPERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)

Author

Date

Category

Oleh:

HOTLAND SITORUS, SE

NIP 196308211998031001

BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
REGIONAL VI
MEDAN

ABSTRAK
Menikah menjadi salah satu keinginan dan kebutuhan bagi semua manusia. Dalam ajaran agama-agama yang berlaku di Indonesia, pernikahan merupakan hal yang sakral. Oleh karena itu banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan sebelum seseorang mengambil langkah untuk menikah. Banyak hal yang dapat menghambat/ menjadi kendala dalam mempertahankan suatu pernikahan. Hal tersebut dapat datang dari internal rumah tangga sendiri ataupun yang berasal dari eksternal (dari luar rumah tangga tersebut).
Menikah juga menjadi salah satu keinginan dan kebutuhan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sebagai seorang unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat, pernikahan dan perceraian PNS harus diatur dalam sebuah aturan agar abdi negara tersebut menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebagai unsur negara yang menjadi teladan, sangat sulit sebenarnya bagi seorang PNS untuk melakukan perceraian. Banyak hal yang menjadi syarat dalam mengajukan perceraian dan sanksi yang akan diterima oleh seorang PNS apabila melakukan perceraian yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku diantaranya hukuman disiplin berat hingga pemberhentian dari kedudukan sebagai seorang PNS.
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aturan yang berlaku mengenai pernikahan dan perceraian yang dilakukan oleh PNS serta sanksi apa yang diterima oleh seorang PNS apabila melanggar aturan tersebut. Metode penulisan makalah ini adalah dengan mengumpulkan informasi dari sumber aturan yang berlaku di Indonesia misalnya PP No 10 Tahun 1983, PP 45 Tahun 1990, dll dan mendeskrpsikannya dalam bentuk makalah. Manfaat makalah ini untuk menginformasikan kepada pembaca mengenai aturan yang berlaku tentang perkawinan dan perceraian sebagai seorang PNS.

 

 

 

 

KATA PENGANTAR
Makalah dengan judul Perkawinan Dan Perceraian Bagi PNS ini merupakan makalah yang diperoleh dari pengumpulan berbagai Peraturan Pemerintah dan aturan yang berlaku di Indonesia yang dikompilasi dan dideskripsikan dalam bentuk makalah. Metode penulisan makalah ini adalah dengan mengumpulkan berbagai sumber peraturan di Indonesia mengenai perkawinan dan perceraian yang berlaku bagi seorang PNS. Diharapkan makalah ini dapat memberi manfaat berupa informasi dan pengetahuan yang diperlukan mengenai perkawinan dan perceraian yang berlaku bagi seorang PNS.
Walau telah dikemas dan disajikan sedemikian rupa, penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan dan kesalahan. Karenanya, penulis sangat mengharapkan usulan dan saran yang konstruktif dari para pembaca.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan sampai terwujudnya makalah ini, penulis ucapkan terima kasih.

 

 

 

Medan, Januari 2021

Hotland Sitorus,SE
NIP 196308211998031001

 

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dijelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa, yang dilakukan menurut hukum atau agamanya masing-masing dan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya tujuan yang bahagia dan kekal, diharapkan setiap pasangan dapat menjaga perkawinannya sebaik mungkin agar terhindar dari perceraian. Tentunya hal ini juga sejalan dengan dambaan rumah tangga setiap manusia, yaitu rumah tangga yang bahagia.
Dalam setiap pernikahan tidak terlepas dari masalah baik dari faktor internal (dalam rumah tangga) maupun dari faktor eksternal (luar rumah tangga). Rumah tangga yang bahagia dan kekal yang menjadi dambaan setiap manusia bukan berarti rumah tangga yang bebas dari masalah, namun rumah tangga yang tetap dapat mepertahankan rumah tangganya meskipun ada masalah-masalah tersebut.
Begitu juga bagi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), sebagai salah satu unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, seorang PNS harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat. Dalam hal ini PNS dituntut harus dapat menjaga perilaku, tindakan dan ketaatan pada aturan yang berlaku. Hal ini merupakan tuntutan yang harus dipatuhi seorang PNS sebagai salah satu role model dalam mematuhi peraturan negara.
Dalam hal pernikahan, PNS hendaknya bisa menjaga kehidupan rumah tangganya menjadi sebuah rumah tangga yang harmonis, rukun dan bahagia. Keharmonisan dalam sebuah rumah tangga akan berpengaruh positif pada kinerja PNS. Rumah tangga yang harmonis dan baik jelas akan meningkatkan kinerja seorang PNS. Hal ini berlaku bagi semua orang tidak hanya bagi PNS saja.
Namun demikian, ada kalanya suatu kehidupan rumah tangga tidak berjalan sesuai yang diharapkan seperti tujuan awal perkawinan. Seiring berjalannya waktu, muncul berbagai macam permasalahan dalam rumah tangga yang menyebabkan seseorang memilih untuk mengakhiri perkawinannya. Bagi seorang PNS, yang akan melakukan perceraian wajib memenuhi prosedur sesuai ketentuan yang berlaku.
Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) perkawinan dan perceraian memiliki aturan, seperti yang tercantum dalam PP Nomor 10 Tahun 1983 jo PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS dan SE Kepala BAKN Nomor 08/SE/1983 jo SE Kepala BAKN Nomor 48/SE/1990 tentang petunjuk pelaksanaan PP Nomor 45 Tahun 1990 jo PP Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS.
Sehubungan dengan contoh dan keteladanan yang harus diberikan oleh Pegawai Negeri Sipil kepada bawahan dan masyarakat, maka kepada Pegawai Negeri Sipil dibebankan ketentuan disiplin yang tinggi.Untuk melakukan perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat yang bersangkutan. Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang dan Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari seorang yang bukan Pegawai Negeri Sipil diharuskan memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat. Demikian juga Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat. Sedangkan Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan berupa keharusan memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat bagi perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil tersebut tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi lembaga perkawinan dan perceraian itu sendiri. Keharusan adanya izin terlebih dahulu tersebut mengingat yang bersangkutan mempunyai kedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Hal ini berguna untuk meningkatkan kedisiplinan bagi seorang PNS.
Peraturan Pemerintah (PP) ataupun Surat Edaran (SE) ini berisi hal-hal dan batasan-batasan perkawinan dan perceraian bagi seorang PNS, Hal-hal apa saja yang harus dipenuhi seorang PNS ketika mengajukan perceraian, Syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang PNS ketika mengajukan perceraian dan sanksi-sanksi apa yang akan diterima oleh seorang PNS ketika melanggar syarat dan peraturan tersebut.

B. Rumusan Masalah:
1. Bagaimana perkawinan PNS berdasarkan peraturan yang berlaku?
2. Bagaimana putusnya perkawinan PNS berdasarkan peraturan yang berlaku?
3. Bagaimana sanksi terhadap PNS yang melanggar aturan terzebut?

C. Tujuan:
1. Untuk mengetahui tentang perkawinan PNS berdasarkan peraturan yang berlaku.
2. Untuk mengetahui tentang perceraian PNS berdasarkan peraturan yang berlaku.
3. Untuk mengetahui tentang sanksi bagi PNS yang melanggar aturan tersebut.

D. Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat memberikan gambaran pengetahuan mengenai perkawinan dan perceraian bagi PNS berdasarkan aturan yang berlaku di Indonesia serta sanksi yang ada ketika seorang PNS melanggar aturan tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka
1. Pegawai Negeri Sipil
Pengertian Pegawai Negeri menurut Undang-Undang Pokok-Pokok Kepegawaian nomor 43 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok kepegawaian adalah Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 11 tahun 2002 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah :
a) Warga Negara Indonesia;
b) Berusia minimal 18 tahun dan maksimal 35 tahun;
c) Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan;
d) Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau diberhentikan dengan tidak hormat sebagai pegawai swasta;
e) Tidak berkedudukan sebagai calon/pegawai negeri;
f) Mempunyai pendidikan, kecakapan, atau keahlian yang diperlukan;
g) Berkelakuan baik;
h) Sehat jasmani dan rohani;
i) Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau negara lain yang ditentukan pemerintah;
j) Syarat-syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan.

2. Perkawinan
Dalam pasal 1 UU nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan bahwa:
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.
Karena peraturan tersebut menyebutkan bahwa tujuan dari perkawinan adalah membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal sehingga perpisahan atau perceraian sebisa mungkin dapat dihindari kecuali memang ada sebab yang kuat yang dibenarkan oleh agama dan hukum. Idealnya biarlah hanya maut yang memisahkan sebuah hubungan perkawinan.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menurut azas monogami, yaitu seorang pria hanya mempunyai seorang isteri dan seorang wanita hanya mempunyai seorang suami. Namun demikian hanya apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan, seorang pria dimungkinkan beristeri lebih dari seorang apabila ajaran agama yang dianutnya mengizinkan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

3. Perkawinan Pegawai Negeri Sipil
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 10 Tahun 1983 Pasal II Point 1 tertulis bahwa Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan pertama, wajib memberitahukannya secara tertulis kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah perkawinan itu dilangsungkan.
Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami isteri

4. Perceraian
Menurut KUH Perdata pasal 207 perceraian merupakan penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu berdasarkan alasan-alasan yang tersebut dalam undang-undang.
Sementara pengertin perceraian tidak ditemui dalam undang-undang perkawinan. Meskipun tidak terdapat pengertian secara otentik tentang perceraian, tidak berarti perceraian ini tidak diatur sama sekali dalam undang-undang perkawinan. Bahkan yang terjadi justru sebaliknya, pengaturan masalah perceraian menduduki tempat terbesar.

5. Perceraian Pegawai Negeri Sipil
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 10 Tahun 1983 Pasal III Point 1 Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat. Hal ini juga berlaku sesuai pasal IV bahwa Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat. Sedangkan Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan berupa keharusan memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat bagi perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil tersebut tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi lembaga perkawinan dan perceraian itu sendiri. Keharusan adanya izin terlebih dahulu tersebut mengingat yang bersangkutan mempunyai kedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Hal ini berguna untuk meningkatkan kedisiplinan bagi seorang PNS.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditetapkan bahwa salah satu alasan dapat terjadinya perceraian ialah salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri. Namun demikian, seorang Pegawai Negeri Sipil yang melakukan perceraian karena alasan isteri tertimpa musibah tersebut tidaklah memberikan keteladanan yang baik, meskipun ketentuan peraturan perundang-undangan memungkinkannya. Oleh karena itu izin untuk bercerai dengan alasan tersebut tidak diberikan. Alasan tersebut hanyalah dapat merupakan salah satu syarat alternatif yang harus disertai syarat-syarat kumulatif lainnya bagi Pegawai Negeri Sipil untuk minta izin beristeri lebih dari seorang. (Sesuai dengan PP No 10 Tahun 1983).
6. Syarat Perceraian bagi PNS
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 10 Tahun 1983 ada beberapa syarat yang dapat diajukan oleh PNS sebagai alasan untuk mendapatkan ijin mengajukan perceraian. Diantaranya adalah tidak menjalankan kewajiban sebagai istri, cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan tidak dapat melahirkan keturunan.
Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri, adalah apabila isteri yang bersangkutan menderita penyakit jasmaniah atau rohaniah sedemikian rupa, sehingga ia tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai isteri baik secara biologis maupun lainnya yang menurut keterangan dokter sukar disembuhkan lagi.
Yang dimaksud dengan cacad badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, adalah apabila isteri yang bersangkutan menderita penyakit badan yang menyeluruh yang menurut keterangan dokter sukar disembuhkan.
Yang dimaksud dengan tidak dapat melahirkan keturunan, adalah apabila isteri yang bersangkutan menurut keterangan dokter tidak mungkin melahirkan keturunan atau sesudah pernikahan sekurangkurangnya 1O (sepuluh) tahun tidak menghasilkan keturunan.

B. Kerangka Pemikiran
Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dijelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa, yang dilakukan menurut hukum atau agamanya masing-masing dan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya tujuan yang bahagia dan kekal, diharapkan setiap pasangan dapat menjaga perkawinannya sebaik mungkin agar terhindar dari perceraian.
Karena peraturan tersebut menyebutkan bahwa tujuan dari perkawinan adalah membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal sehingga perpisahan atau perceraian sebisa mungkin dapat dihindari kecuali memang ada sebab yang kuat yang dibenarkan oleh agama dan hukum. Idealnya biarlah hanya maut yang memisahkan sebuah hubungan perkawinan.
Begitu juga bagi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), sebagai salah satu unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, seorang PNS harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat. Dalam hal ini PNS dituntut harus dapat menjaga perilaku, tindakan dan ketaatan pada aturan yang berlaku. Sehubungan dengan contoh dan keteladanan yang harus diberikan oleh Pegawai Negeri Sipil kepada bawahan dan masyarakat, maka kepada Pegawai Negeri Sipil dibebankan ketentuan disiplin yang tinggi.Untuk melakukan perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil harus mematuhi peraturan yang berlaku guna menjaga kedisiplinan PNS. Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan gambaran pengetahuan mengenai perkawinan dan perceraian bagi PNS berdasarkan aturan yang berlaku di Indonesia serta sanksi yang ada ketika seorang PNS melanggar aturan tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bab III
Objek dan Metode Penulisan

A. Objek Penulisan
Perkawinan dan perceraian yang dibahas dalam penelitian ini adalah perkawinan-perceraian seorang PNS berdasarkan aturan dan hukum yang berlaku di Indonesia. Pegawai Negeri Sipil atau disingkat dengan (PNS) adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan Negeri atau diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan di gaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (UU- Nomor 8 Tahun 1974-Pokok-pokok Kepegawaian, Bab 1 pasal 1 huruf a).
Pegawai Negeri Sipil (PNS) terdiri dari:
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat
Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan bekerja pada Departemen, Lembaga Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga tertinggi/Tinggi Negara, dan kepaniteraan pengadilan.
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah
Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di daerah otonom seperti daerah provinsi/kabupaten/kota dan gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan dipekerjakan pada pemerintah daerah maupun dipekerjakan di luar instansi induknya.

B. Metode Penulisan
Penulisan yang disajikan dalam makalah ini adalah dengan mengumpulkan hukum dan aturan di tahun yang berlaku di indonesia dan merangkumnya dalam bentuk makalah. Makalah ini bersifat informatif dengan tujuan untuk memberitahukan kepada pembaca apa yang dimaksud dengan perkawinan dan perceraian, bagaimana implementasi hukum yang berlaku mengenai perkawinan-perceraian PNS di Indonesia dan apa saja sanksi (berdasarkan undang-undang) apabila melanggar hukum tersebut.

Bab IV
PEMBAHASAN

A. Perkawinan PNS
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang melangsungkan perkawinan pertama wajib melaporkan kepada pejabat secara hirarkhis, selambat-lambatnya 1 tahun sejak tanggal perkawinan (PP.10/1983 Jo. PP.45/1990 ps.2 ayt.1). Ketentuan ini juga berlaku bagi PNS yang berstatus janda atau duda yang melangsungkan perkawinannya kembali.
Sanksi bagi PNS yang tidak memberitahukan perkawinan pertamanya secara tertulis kepada Pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah perkawinan dilangsungkan, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 (sekarang Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010).
Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang dan Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari seorang yang bukan Pegawai Negeri Sipil diharuskan memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat. Demikian juga Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat. Sedangkan Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan berupa keharusan memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat bagi perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil tersebut tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi lembaga perkawinan dan perceraian itu sendiri. Keharusan adanya izin terlebih dahulu tersebut mengingat yang bersangkutan mempunyai kedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Hal ini berguna untuk meningkatkan kedisiplinan bagi seorang PNS.
Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami isteri.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menurut azas monogami, yaitu seorang pria hanya mempunyai seorang isteri dan seorang wanita hanya mempunyai seorang suami. Namun demikian hanya apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan, seorang pria dimungkinkan beristeri lebih dari seorang apabila ajaran agama yang dianutnya mengizinkan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

B. Perceraian PNS
Dalam PP No. 10 Tahun 1983 dan PP 45 Tahun 1990 secara keseluruhan sebisa mungkin PNS tidak melakukan perceraian. Namun apabila hal itu terjadi ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian. PNS yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh ijin secara tertulis atau surat keterangan terlebih dahulu dari pejabat. PNS yang berkedudukan sebagai penggugat harus memperoleh ijin dari Pejabat, sedangkan bagi PNS yang berkedudukan sebagai tergugat cukup mendapat surat keterangan dari Pejabat agar tidak terkena sanksi hukuman disiplin sesuai PP Nomor 53 Tahun 2010.
Atasan yang menerima ijin perceraian ini juga tidak serta mert memberi ijin kepada PNS yang akan mengajukan perceraian. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No 45 Tahun 1990 bahwa Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian dan atau untuk beristri lebih dari seorang, wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud dan Pejabat yang menerima perniintaan izin untuk beristri lebih dari seorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat pemintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Pada dasarnya, dalam rangka usaha merukunkan kembali isteri yang bersangkutan, Pejabat harus memanggil mereka secara langsung dan memberikan nesehat secara pribadi. Tetapi apabila tempat kedudukan Pejabat dan tempat suami/isteri yang bersangkutan berjauhan, maka Pejabat dapat memerintahkan Pejabat lain dalam lingkungannya untuk berusaha merukunkan kembali suami/isteri tersebut.
Seorang PNS yang yang berkedudukan sebagai penggugat berkewajiban mengajukan permohonan tertulis berupa Permohonan Izin untuk melakukan perceraian (contoh blangko dapat dilihat di lampiran IV SE BAKN Nomor 08/SE/1983) dan apabila proses pengajuan permohonan telah selesai, PNS tersebut akan mendapatkan SK Izin untuk melakukan Perceraian. Sedangkan untuk PNS yang berkedudukan sebagai tergugat, permohonan yang diajukan adalah permohonan surat keterangan untuk melakukan perceraian/surat pemberitahuan adanya gugatan cerai (contoh blangko ada pada lampiran I SE BAKN Nomor 48/SE/1990). Apabila permohonan telah selesai diproses, PNS tersebut akan mendapatkan surat keterangan. Perlu diketahui, bahwa meskipun PNS yang akan bercerai telah mendapatkan SK izin ataupun Surat Keterangan untuk melakukan perceraian, bukan berarti PNS tersebut telah resmi bercerai dari pasangannya. SK ataupun Surat Keterangan itu merupakan persyaratan administratif yang harus dipenuhi oleh seorang PNS yang akan bercerai. Sedangkan keputusan seseorang resmi bercerai ataupun kembali bersatu dengan pasangannya hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan Agama ataupun Pengadilan Negeri.

Alasan PNS Dapat Melakukan Perceraian sbb.:
a) Salah satu pihak berbuat zina
b) Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat atau penjudi yang sukar disembuhkan
c) Salah satu pihak meninggalkan selama 2 tahun berturut-turut tanpa ijin dan tanpa alasan sah atau hal lain di luar kemampuannya/kemauannya
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditetapkan bahwa salah satu alasan dapat terjadinya perceraian ialah salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri. Namun demikian, seorang Pegawai Negeri Sipil yang melakukan perceraian karena alasan isteri tertimpa musibah tersebut tidaklah memberikan keteladanan yang baik, meskipun ketentuan peraturan perundang-undangan memungkinkannya. Oleh karena itu izin untuk bercerai dengan alasan tersebut tidak diberikan. Alasan tersebut hanyalah dapat merupakan salah satu syarat alternatif yang harus disertai syarat-syarat kumulatif lainnya bagi Pegawai Negeri Sipil untuk minta izin beristeri lebih dari seorang (Berdasaran PP No 10 Tahun 1983)

Permintaan Ijin Untuk Bercerai Ditolak, apabila:
a) Bertentangan dengan ajaran /peraturan agama yang dianut.
b) Tidak ada alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 (1) PP No. 10 Tahun 1983
c) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d) Alasan perceraian yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat.
Permintaan Ijin untuk Bercerai Diberikan, apabila:
a) Tidak bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianutnya.
b) Ada alasan sebagai mana tercantum dalam Romawi III angka 2 SE BAKN No. 08/SE/1983.
c) Tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku
d) Alasan perceraian yang dikemukakan tidak bertentangan dengan akal sehat.
Perceraian Terjadi Atas Kehendak PNS Pria, maka :
a) Apabila anak mengikuti bekas isteri, maka pembagian gaji ditetapkan sbb:
1) 1/3 gaji untuk PNS.
2) 1/3 gaji untuk bekas isteri.
3) 1/3 gaji untuk anak yang diterimakan kepada bekas isterinya.
b) Apabila perkawinan tidak menghasilkan anak maka gajinya dibagi dua, yaitu :
1) ½ untuk PNS .
2) ½ untuk bekas isterinya.
c) Apabila anak mengikuti PNS pria, maka pembagian gaji ditetapkan sbb :
1) 1/3 gaji untuk PNS pria.
2) 1/3 gaji untuk bekas isterinya.
3) 1/3 gaji untuk anaknya yang diterimakan kepada PNS pria.
d) Apabila sebagian anak mengikuti PNS yang bersangkutan dan sebagian mengikuti bekas isteri, maka 1/3 gaji yang menjadi hak anak dibagi menurut jumlah anak.
Hak atas bagian gaji untuk bekas isteri sebagaimana dimaksud di atas tidak diberikan apabila perceraian terjadi karena isteri terbukti telah berzinah atau isteri terbukti telah melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami, dan atau isteri terbukti menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan dan atau isteri terbukti telah meninggalkan suami selama dua tahun berturut-turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah.
Meskipun perceraian terjadi atas kehendak isteri yang bersangkutan, hak atas bagian gaji untuk bekas isteri tetap diberikan apabila ternyata alasan isteri mengajukan gugatan cerai karena dimadu, dan atau karena suami terbukti telah berzinah, dan atau suami terbukti telah melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap isteri, dan atau suami telah terbukti menjadi pemabuk, pemadat dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau suami telah meninggalkan isteri selama dua tahun berturut-turut tanpa izin isteri dan tanpa alasan yang sah.
Apabila Perceraian Terjadi Atas Kehendak Bersama Suami Isteri, maka pembagian gaji diatur sbb :
a). Apabila perkawinan tidak menghasilkan anak, maka pembagian gaji berdasarkan kesepakatan bersama.
b). Dengan tidak mengurangi ketentuan di atas, apabila semua anak mengikuti bekas isteri, maka 1/3 gaji untuk anak dan diterimakan pada isteri.
c).Apabila sebagian anak mengikuti PNS ybs dan sebagian mengikuti bekas isteri maka 1/3 gaji dibagi jumlah anak (sebagian ikut isteri/suami).

C. Sanksi-Sanksi
PNS dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 (sekarang Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010) bila :Melakukan perceraian tanpa memperoleh izin dari Pejabat bagi yang berkedudukan sebagai Penggugat atau tanpa surat keterangan bagi yang berkedudukan sebagai Tergugat, terlebih dahulu dari Pejabat.
1. Apabila menolak melaksanakan pembagian gaji dan atau tidak mau menandatangani daftar gajinya sebagai akibat perceraian.
2. Tidak melaporkan perceraiannya kepada Pejabat dalam jangka waktu selambat- lambatnya satu bulan setelah terjadinya perceraian.
3. Setiap atasan yang tidak memberikan pertimbangan dan tidak meneruskan pemintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian untuk melakukan perceraian, dan atau untuk beristri lebih dari seorang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah ia menerima permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian.
4. Pejabat yang tidak memberikan keputusan terhadap permintaan izin perceraian atau tidak memberikan surat keterangan atas pemberitahuan adanya gugatan perceraian, dan atau tidak memberikan keputusan terhadap permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah ia menerima izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian

Jika ada PNS Pria Yang Akan Beristri Lebih Dari Seorang maka:
1. PNS yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin tertulis lebih dahulu dari Pejabat.
2. Setiap atasan yang menerima surat permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang, wajib memberikan pertimbangan kepada Pejabat.
3. Setiap atasan yang menerima surat permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang, wajib menyampaikan kepada pejabat melalui saluran hirarki selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan izin tersebut.
4. Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan izin tersebut.
5. Izin untuk beristri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif, yakni :

Syarat alternatif (salah satu harus terpenuhi) :
1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya, karena menderita sakit jasmani/rokhani.
2. Isteri mendapat cacat badan/penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan.
3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan setelah menikah sekurang-kurangnya 10 tahun.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditetapkan bahwa salah satu alasan dapat terjadinya perceraian ialah salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri. Namun demikian, seorang Pegawai Negeri Sipil yang melakukan perceraian karena alasan isteri tertimpa musibah tersebut tidaklah memberikan keteladanan yang baik, meskipun ketentuan peraturan perundang-undangan memungkinkannya. Oleh karena itu izin untuk bercerai dengan alasan tersebut tidak diberikan. Alasan tersebut hanyalah dapat merupakan salah satu syarat alternatif yang harus disertai syarat-syarat kumulatif lainnya bagi Pegawai Negeri Sipil untuk minta izin beristeri lebih dari seorang (Berdasaran PP No 10 Tahun 1983)
Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri, adalah apabila isteri yang bersangkutan menderita penyakit jasmaniah atau rohaniah sedemikian rupa, sehingga ia tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai isteri baik secara biologis maupun lainnya yang menurut keterangan dokter sukar disembuhkan lagi.
Yang dimaksud dengan cacad badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, adalah apabila isteri yang bersangkutan menderita penyakit badan yang menyeluruh yang menurut keterangan dokter sukar disembuhkan.
Yang dimaksud dengan tidak dapat melahirkan keturunan, adalah apabila isteri yang bersangkutan menurut keterangan dokter tidak mungkin melahirkan keturunan atau sesudah pernikahan sekurangkurangnya 1O (sepuluh) tahun tidak menghasilkan keturunan.
Syarat komulatif (semua harus terpenuhi) :
1. Ada persetujuan tertulis secara iklas dari isteri dan disahkan atasannya.
2. PNS pria mempunyai penghasilan yang cukup.
3. PNS pria berlaku adil terhadap isteri-isterinya dan anaknya.
PNS dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 (sekarang Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010) bila:
1. Beristri lebih dari seorang tanpa memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat.
2. Tidak melaporkan perkawinanya yang kedua/ketiga/keempat kepada Pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah perkawinan dilangsungkan.

PNS Wanita Tidak Diijinkan Menjadi Isteri Kedua, Ketiga, Keempat. Seorang wanita yang berkedudukan sebagai isteri kedua/ketiga/keempat dilarang menjadi PNS. PNS wanita yang akan menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria bukan PNS wajib memperoleh ijin tertulis dari Pejabat dan memenuhi syarat sesuai Romawi V angka 3SE BAKN No. 08/SE/1983.
Sanksi bagi PNS Wanita yang menjadi istri kedua/ketiga/keempat dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980.

Tidak hanya bercerai seorang Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah. Yang dimaksud hidup bersama diluar perkawinan yang sah adalah melakukan hubungan sebagai suami isteri dengan wanita yang bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya yang seolah-olah merupakan suatu rumah tangga.
Sanksi bagi pelanggarnya ialah dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menikah menjadi salah satu keinginan dan kebutuhan bagi semua manusia termasuk bagi PNS. Dengan adanya tujuan yang bahagia dan kekal, diharapkan setiap pasangan dapat menjaga perkawinannya sebaik mungkin agar terhindar dari perceraian. Namun, Pada pelaksanannya banyak hal yang dapat menghambat/ menjadi kendala dalam mempertahankan suatu pernikahan. Sebagai seorang unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat, pernikahan dan perceraian PNS harus diatur dalam sebuah aturan agar abdi negara tersebut menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehubungan dengan contoh dan keteladanan yang harus diberikan oleh Pegawai Negeri Sipil kepada bawahan dan masyarakat, maka kepada Pegawai Negeri Sipil dibebankan ketentuan disiplin yang tinggi.Untuk melakukan perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil harus mematuhi peraturan yang berlaku guna menjaga kedisiplinan PNS.
Oleh karena perannya menjadi seorang teladan, sangat sulit sebenarnya bagi seorang PNS untuk melakukan perceraian. Banyak hal yang menjadi syarat dalam mengajukan perceraian dan sanksi yang akan diterima oleh seorang PNS apabila melakukan perceraian yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku diantaranya hukuman disiplin berat hingga pemberhentian dari kedudukan sebagai seorang PNS.
Hal-hal yang menjadi syarat/ aturan harus dipenuhi untuk mengajukan perceraian. Tidak semua alasan dapat dijadikan syarat untuk bercerai. Semua syarat-syarat tersebut harus terlebih dahulu diajukan ke Pimpinan (Pemangku jabatan). Pimpinan pun tidak serta merta memberikan ijin karena Pada dasarnya pejabat juga harus berusaha merukunkan kembali isteri yang bersangkutan, Pejabat harus memanggil mereka secara langsung dan memberikan nesehat secara pribadi. Tetapi apabila tempat kedudukan Pejabat dan tempat suami/isteri yang bersangkutan berjauhan, maka Pejabat dapat memerintahkan Pejabat lain dalam lingkungannya untuk berusaha merukunkan kembali suami/isteri tersebut.
Tidak hanya syarat yang cukup sulit untuk mengajukan perceraian namun juga beratnya sanksi yang diberikan kepada PNS yang melanggar aturan-aturan tersebut. Mulai dari hukuman disiplin berat hingga pemberhentian dari kedudukan sebagai seorang PNS. Setelah bercerai pun, PNS harus memenuhi tugas dan tanggung jawabnya kepada pasangan sebelum dan kepada anak-anaknya.
Syarat, sanksi dan tanggung jawab ini juga berlaku bagi PNS yang melangsungkan pernikahan kedua, ketiga atau keempat (hanya berlaku bagi PNS Pria). PNS Wanita Tidak Diijinkan Menjadi Isteri Kedua, Ketiga, Keempat. Seorang wanita yang berkedudukan sebagai isteri kedua/ketiga/keempat dilarang menjadi PNS.
Tidak hanya bercerai dan memiliki istri lebih dari satu, seorang Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah. Yang dimaksud hidup bersama diluar perkawinan yang sah adalah melakukan hubungan sebagai suami isteri dengan wanita yang bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya yang seolah-olah merupakan suatu rumah tangga.
Sanksi bagi pelanggarnya ialah dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Oleh karena itu, sebagai salah satu unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, seorang PNS harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat. Dalam hal ini PNS dituntut harus dapat menjaga perilaku, tindakan dan ketaatan pada aturan yang berlaku. Hal ini merupakan tuntutan yang harus dipatuhi seorang PNS sebagai salah satu role model dalam mematuhi peraturan negara. . Untuk dapat melaksanakan kewajiban yang demikian itu, maka kehidupan Pegawai Negeri Sipil harus ditunjang oleh kehidupan berkeluarga yang serasi, sehingga setiap Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya tidak akan banyak terganggu oleh masalah-masalah dalam keluarganya.Sehingga bagI seorang PNS maka perceraian sejauh mungkin dihindarkan dan hanya dapat dilakukan dalam hal-hal yang sangat terpaksa. Perceraian hanya dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan dan penyusunan makalah ini. Hal itu disebabkan oleh keterbatasan kemampuan yang dimiliki, serta minimya literatur dan bahan yang mampu dikumpulkan. Untuk itu, sangat diharapkan kritikan, saran serta sumbangan pemikiran untuk kesempurnaan makalah ini.
Mohon maaf atas segala kesalahan, dan terima kasih atas segala kritikan dan sarannya. Harapan penulis agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembacanya.

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 08/SE/1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 48/SE/1990 Tentang Petunjuk Pelaksanaan PP No 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan Atas PP No 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 98 tahun 2000 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 11 tahun 2002 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.
Undang-Undang Pokok-Pokok Kepegawaian nomor 43 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok kepegawaian.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Linda Barbara

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vestibulum imperdiet massa at dignissim gravida. Vivamus vestibulum odio eget eros accumsan, ut dignissim sapien gravida. Vivamus eu sem vitae dui.

Recent comments

- Advertisement -spot_img