Humbahas TrikNews.Co-Program Pemerintah menjadikan lumbung pangan nasional di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) berdampak menjadi awal meluapnya sungai menghaƱtam lahan pertanian di Baktiraja.
Arus sungai silang meluap tak terhingga diduga di sebabkan pohon pelindung serapan air di pinggiran danau toba semakin habis tidak mampu menyerap menahan air hujan langsung meluncur.
Tahun 2017 asintal di tahan di polres akibat pembukaan lahan di Desa Pasingguran Kecamatan Pollung (foto/JS)
Sekedar mengingatkan kejadian Parsingguran tahun 2017 penghentian pembukaan lahan pertanian oleh Dinas kehutanan Provinsi Sumatera Utara, melarang di jadikan lahan pertanian sebab lokasi tersebut adalah kawasan hutan lindung penangkal air danau toba.
Kini kembali Kecamatan pollung di jadikan lokasi Food Estate (FE) sekitar tiga puluh ribu hektar lahan yang akan di jadikan lokasi pertanian untuk menjadi lumbung ketahanan pangan.
Selaku masyarakat Humbahas mengetahui daerah pollung berbatasan langsung dengan Baktiraja. Lokasi FE secara geografi berada di atas kecamatan baktiraja dengan danau tobanya.
Bicara air danau toba semakin surut di baktiraja itu bisa di buktikan dengan semakin luasnya pulau si piso yang tadinya hanya berbentuk gundukan kecil.
Kembali pada persoalan hutan serapan penangkal air danau toba yang semakin habis di jadikan menjadi lahan pertanian Salah seorang Putera Humbahas Drs.Pardomuan Marbun (60) menyampaikan dampak bahaya FE pada ekosistem hutan penyerap penahan air mengalir ke danau toba Baktiraja.
“Kita tau daerah pollung lokasinya di atas kecamatan baktiraja dan merupakan daerah kawasan penahan air ke area danau toba di humbahas tak seharusnya di gunduli menjadikan lahan pertanian,” Katanya Jumat 6/11/2020
Dia mengatakan jika tetap berlanjut perluasan areal FE di Pollung akan berdampak lebih berbahaya pada lembah Bakkara asal muasal Sisingamangaraja
“Kekawatiran kita telah terbukti sungai silang meluap membajiri dan merusak lokasi pertanian warga di baktiraja, ” katanya.
Ia menambahkan untuk menghindari lebih besarnya banjir dan bencana di baktiraja harus merujuk pada kawasan hutan lindung sebagai lokasi penahan air di pinggiran danau toba.
“Penanaman (reboisasi) harus sesegera mungkin di pikirkan mengganti pohon yang di tebangi,” ujar pensiunan Asn itu.
Lebih lanjut Pardomuan Marbun beranggapan bahwa FE merupakan kepentingan dari pihak Pemerintah tanpa mengkaji dampak lingkungan yang timbul akibat penggundulan menjadikan lahan pertanian.
“Satu satunya cara untuk menghindari bencana lebih besar lagi, FE harus di hentikan demi keselamatan warga kecamatan Baktiraja,” pungkas Pardomuan Marbun.